Pemilu diselenggarakan secara serentak pada 14 Februari 2024. Sesuai keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mana tahun ini memiliki 3 pasangan CAPRES dan CAWAPRES. Masyarakat Indonesia yang telah berumur 17 tahun dan telah memiliki hak suara dapat berperan dalam pemilu tahun ini. Pemilih muda yaitu GEN Z dan milenial sangat berpengaruh dalam pemilu tahun ini, namun beberapa bulan lalu ada seruan GOLPUT dari koordinator BEM seluruh Indonesia. MENGAPA DEMIKIAN? SIMAK PENJELASANNYA!
Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia mencatat 204,8 juta pemilih tetap yang 52% diantarannya merupakan pemilih muda. Pemilih muda dari generasi milenial dan gen Z berjumlah 56% bahkan mencapai indeks rata-rata 70% dari total pemilih umum 2024. Dengan fakta ini diharapkan pemilu 2024 dapat membawa angin perubahan dalam dinamika politik di Indonesia. Komisi Pemilihan Umum berupaya merangkul pemilih muda agar menggunakan hak pilih.
Berbicara mengenai CAPRES-CAWAPRES dalam kampanye ketiga paslon melibatkan pemuda. Semisal paslon 1 dan 3 yang mengikutkan anak dalam kampanye, sedangkan paslon 2, cawapresnya mewakili anak muda. Termasuk pelibatan artis muda dan para influencer atau selebgram.
Selain itu, salah satu strategi menarik yang telah digunakan oleh ketiga pasangan calon tersebut antara lainnya adalah dengan memanfaatkan sosial media melalui fitur live Tiktok dan fitur live Instagram yang memudahkan masyarakat untuk bertanya lebih lanjut kepada calon presiden dan wakil presiden. Tidak hanya itu, fitur ini juga dapat dijadikan sebagai wadah atau tempat untuk menampung aspirasi, kritik, atau saran dari masyarakat. Hal ini merupakan sebuah pendekatan dan dinamika demokrasi yang dilakukan untuk mengimbangi perkembangan teknologi. Anak muda memanfaatkan medsos untuk menantang para capres lebih jauh berbicara tentang program, pemikiran, visi misi, dan lain-lain.
Beberapa bulan lalu, ada seruan golput dari Koordinator BEM seluruh Indonesia sekaligus BEM Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta di kanal YouTube Abraham Samad Speak Up (28-6-2023).
Sikap anak muda kebanyakan kami apolitis. Atau okke nggak apolitis, tapi kebanyakan kami pragmatis. Ini sesuai yang dinyatain oleh Pengamat komunikasi politik dari Universitas Multimedia Nusantara Silvanus Alvin mengatakan bahwa Gen-Z sebenarnya tidak apolitis. Namun, ia menilai pemilih muda cenderung lebih pragmatis dalam menentukan pilihan capres. Mereka lebih berfokus pada program-program kerja dan gagasan dari masing-masing capres.
Wajar sih sampai ada yang bilang apolitis atau pragmatis. Karena Badan Pusat Statistik (BPS) 2022 mencatat hanya 10,75% pemuda Indonesia yang mampu bersekolah. Kebanyakan dari kami terpaksa putus sekolah ketika duduk di bangku kelas 2 SMA. Sekitar 25,2 juta pemuda hidup dalam rumah tangga berpendapatan rendah dan 26,4juta lainnya tinggal dalam rumah tidak layak hidup. Pada 2022, angka pengangguran kelompok usia muda (15—25 tahun) menjadi yang tertinggi, yakni mencapai 20,63% dari total pengangguran Indonesia. Sebanyak 17,6 juta pemuda berstatus tidak bekerja, tidak bersekolah, atau menerima pelatihan.
Fakta pemilih muda seperti ini. Kemudian, informasi, banyak kami peroleh dari sosmed. Memang pengetahuan kami jadi luas, tapi, kebanyakan dari kami akhirnya pragmatis, bingung harus bersikap seperti apa.
Berpikir uktuk netral ini tentu mengindikasikan anak muda bisa jadi setuju, bisa jadi tidak, tergantung kondisi. Namun, apabila dikaitkan dengan pertimbangan mereka dalam mengambil keputusan, dijumpai dari hasil survei bahwa 79,3% anak muda menjawab “cukup sering” dan “selalu/sangat sering” mempertimbangkan nilai agama ketika membuat keputusan penting bagi hidup mereka.
Oleh karenanya, semestinya pemuda tidak mudah terbuai untuk “dimanfaatkan” demi kepentingan pejuang kursi kekuasaan dalam demokrasi. Pemuda harus mengoptimalkan peran mereka untuk perubahan yang benar. Keberanian anak muda menyampaikan aspirasi di medsos perlu diteruskan.
Peran politik hakiki pemuda jelas butuh sistem yang baik, alih-alih demokrasi yang penuh kesesatan. Pemberdayaan politik pemuda akan menempatkan mereka sebagai agen perubahan, yakni memastikan berjalannya peran negara dalam mengurusi rakyat. Harapannya lebih kritis, politis, dan gak pragmatis (mampu berpikir cemerlang).
Penulis: Asti Jannati Intan Parisia & Marnina Ika Putri