LPM Kinday

Kabar Kampus Universitas Lambung Mangkurat

Meniti Mimpi dari Nias: Kisah Inspiratif Mahasiswa di Kalimantan Selatan

Di ujung utara Kepulauan Nias, terletak desa kecil yang seakan terisolasi dari hiruk
pikuk dunia luar. Angin sepoi-sepoi laut Hindia membelai pantai berpasir putih, dan matahari
terbenam mewarnai langit dengan warna-warna yang tak terbayangkan. Di sana, tinggal
seorang pemuda bernama Steven. Steven, lahir dari keluarga sederhana namun penuh
semangat, telah bermimpi sejak kecil untuk menjadi guru di kampungmya. Namun, di pulau
ini, peluang pendidikan terbatas, dan sekolah terdekat hanya menawarkan pendidikan dasar.

Steven Lase adalah anak ke empat dari pasangan Bapak Sofen dan Ibu Sofen,
keluarga sederhana yang tinggal di sebuah desa kecil di pulau Nias. Sejak kecil, Steven
dikenal sebagai anak yang cerdas dan rajin. Setiap hari, setelah pulang sekolah, ia selalu
membantu orang tuanya di ladang dan beternak ayam. Meskipun sibuk, Steven tak pernah
melupakan mimpinya untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.

Ayahnya, Bapak Sofen, adalah seorang petani yang gigih. Dengan hasil panen yang
tidak seberapa, ia berusaha memenuhi kebutuhan keluarga. Ibunya, Ibu Sofen, adalah seorang
ibu rumah tangga yang selalu memberikan dukungan penuh kepada anak-anaknya. Mereka
memiliki harapan besar pada Steven untuk bisa mengubah nasib keluarga mereka melalui
pendidikan.

 

***

 

Ketika Steven duduk di kelas tiga SMA, ia mengikuti seleksi masuk perguruan tinggi
melalui jalur Seleksi Nasional Berbasis Prestasi (SNBP). Ia memilih Universitas Lambung
Mangkurat di Kalimantan Selatan sebagai pilihan utamanya. Ia tertarik pada jurusan
Pendidikan Sosiologi karena di kampungnya satu pun tidak ada guru sosiologi.

Saat pengumuman hasil seleksi SNBP, Steven merasa tegang. Dengan jantung
berdebar, ia membuka situs resmi pengumuman. Matanya berbinar ketika melihat namanya
tercantum sebagai salah satu mahasiswa yang diterima di Universitas Lambung Mangkurat.

Ia langsung melompat kegirangan, namun kebahagiaannya tak bertahan lama ketika ia harus
memberitahukan kabar itu kepada orang tuanya.

Malam itu, Steven mengumpulkan keberanian untuk berbicara dengan orang tuanya.
Dengan nada tegas namun penuh harap, ia berkata, “Ayah, Ibu, aku diterima di Universitas Lambung Mangkurat di Kalimantan Selatan. Aku ingin melanjutkan studi di sana.” Dengan wajahnya penuh harapan.

Bapak Sofen mengernyitkan dahi. “Jauh sekali, Nak. Apa tidak ada universitas yang
lebih dekat? Nias ke Kalimantan Selatan itu bukan jarak yang dekat.”

Ibu Sofen menimpali, “Iya, Steven. Ibu khawatir kalau kamu terlalu jauh. Siapa yang akan
menjaga kamu di sana?”

Steven menghela napas, “Aku mengerti kekhawatiran Ayah dan Ibu. Tapi ini
kesempatan yang tidak datang dua kali. Aku ingin menggapai mimpiku dan membantu
keluarga kita.”

Namun, Bapak Sofen bersikeras. “Kami tidak bisa mengizinkanmu pergi sejauh itu. Selain
biayanya yang besar, kami juga tidak bisa memastikan kamu aman di sana.”

Steven merasa kecewa, namun ia tidak mau menyerah. Ia tahu ini adalah peluang
emas yang tidak boleh disia-siakan. Selama beberapa hari berikutnya, Steven mencoba
meyakinkan orang tuanya. Ia bahkan menunjukkan rencana anggaran biaya dan bagaimana ia
bisa mencari pekerjaan paruh waktu untuk membantu meringankan beban keuangan.

 

***

 

Pada suatu malam, setelah makan malam, Steven mengajukan permohonannya sekali
lagi. “Ayah, Ibu, aku sudah mempersiapkan segalanya. Aku akan berusaha keras di sana.
Tolong, izinkan aku mengejar mimpiku.”

Bapak Sofen akhirnya berkata dengan suara bergetar, “Steven, ayah tidak ingin menghalangi
mimpimu. Tapi kamu harus berjanji untuk tetap menjaga diri dan tidak melupakan keluarga
di sini.”

Steven tersenyum dan matanya berkaca-kaca, “Terima kasih, Ayah. Aku berjanji akan
membuat Ayah dan Ibu bangga.”

Dengan restu dari orang tuanya, Steven mempersiapkan segala keperluannya untuk berangkat
ke Kalimantan Selatan. Perjalanan yang panjang dan penuh tantangan pun dimulai.

 

***

 

Sesampainya di Kalimantan Selatan, Steven harus beradaptasi dengan lingkungan
baru. Ia menemukan tantangan baru dalam hal akademis dan kehidupan sehari-hari, baik dari segi makanan di Banjarmasin yang semuanya selalu manis dan beradaptasi dengan lingkungan baru. Namun, dengan tekad dan semangat yang kuat, ia mampu beradaptasi
dengan lingkungannya. Ia berhasil mendapatkan beasiswa untuk meringankan biaya kuliahnya.

Meskipun jauh dari keluarga, Steven tidak pernah melupakan janji yang ia buat.
Setiap kali ia merasakan kesulitan, ia selalu mengingat motivasinya untuk membantu
keluarganya di Nias. Pada suatu malam steven menelpon orang tuanya di Nias ia
mengucapkan rasa terimakasihnya karena orang tuanya telah mengizinkannya kuliah di
Kalimantan Selatan.

“Ayah, Ibu, terima kasih atas segala pengorbanan dan dukungannya. Aku tidak akan
berada di sini tanpa kalian.”

Dan Bapak Sofen, dengan senyum lebar menjawab, “Ya nak. Ayah dan Ibumu juga akan
selalu mendoakanmu di sana agar selalu sehat dan baik-baik saja.”

Steven menjawab dengan terharu, “Perjalanan ini baru permulaan. Aku berjanji akan terus
berusaha untuk membuat kalian bangga.”

Perjuangan Steven adalah bukti bahwa dengan tekad dan kerja keras, mimpi yang
tampak jauh dan sulit dijangkau pun bisa menjadi kenyataan. Kisahnya menjadi inspirasi bagi
banyak anak muda di Nias dan sekitarnya untuk tidak pernah takut mengejar mimpi,
seberapapun jauhnya.

Cerpen ini menggambarkan semangat dan perjuangan seorang anak dari Nias yang
berhasil menggapai mimpinya bisa kuliah di Kalimantan Selatan meskipun harus melewati
berbagai rintangan. Semoga cerita ini bisa menginspirasi dan memberikan semangat kepada
siapa saja yang sedang berjuang meraih impian mereka.

 

~~~~

Biodata penulis juara 3 dalam lomba cerpen Dies Natalis LPM KINDAY.

Nama : Four Steven Lase
Universitas : Universitas Lambung Mangkurat
Alamat Email : lasefoursteven@gmail.com