Oleh : Cintani Dwi Haryani, Eka Puspa Sari, Frimaputra Sandi
Euphoria tahun ajaran baru di Unlam telah dimulai, ini ditandai dengan datangnya wajah-wajah baru penuntut ilmu di Unlam. Dari hulu hingga kehilir, dari sabang sampai merauke mengecam bangku kuliah disini. Selamat datang kepada mahasiswa baru Unlam tahun ajaran 2012/2013. Hal itu tidak terlepas dari proses masuknya mereka semua, mahasiswa baru, melalui berbagai jalur ujian masuk di Unlam.
Menurut Pembantu Rektor (PR) I bidang akademik, Prof. Dr. H. M. Hadin Muhjad, SH., M.Hum, mengatakan menurut Peraturan Menteri Pendidikan No.34 tahun 2010 ujian masuk nasional pada perguruan tinggi negeri dibagi sebesar 60% dan ujian masuk yang diadakan sendiri oleh masing-masing universitas dibagi sebesar 40%.
Untuk tahun ajaran 2012/2013 ini, Unlam ikut menyelenggarakan SNMPTN 2012 yang dibagi menjadi dua jalur, yakni jalur undangan dan jalur tertulis dan Unlam sendiri mengadakan ujian terttulis jalur mandiri yang disebut dengan SENYUM 1 dan 2.
Ada isu yang menyebutkan bahwa SNMPTN tahun 2013 akan dihapuskan. Namun PR I mengungkapkan hal itu tidak benar. SNMPTN 2013 masih dilaksanakan namun kali ini hanya pada jalur undangan saja, “Jadi jalur tertulis seperti tahun ini tadi tidak diselenggarakan lagi,” tambah beliau. SNMPTN jalur tertulis diganti dengan Ujian Tertulis Bersama Nasional, sedangkan jalur mandiri yang diselenggarakan Unlam hanya akan berlangsung satu kali saja.
Terkait dengan biaya masuk Unlam yang dikenal dengan Sumbangan Pengembangan Sarana dan Pendidikan Operasional Akademik (SP-SPOA) tahun ini sangat unik. Pasalnya peserta calon mahasiswa Unlam diharuskan mengisi surat pernyataan mengenai kisaran biaya yang akan disumbangkan jika lulus ujian masuk Unlam. Kisaran biaya sendiri pun dibuat kisaran harganya dengan ketentuan minimum harga yang sudah ditentukan masing-masing fakultas.
Menurut PR I, adanya kisaran harga untuk SP-SPOA tersebut merupakan hasil rapat dengan dekan masing-masing fakultas yang ada di Unlam. Beliau juga mengungkapkan hal ini bukan masalah berapa harganya melainkan berapa keperluan yang diperlukan masing-masing fakultas,” Misalnya untuk Fakultas Kedokteran menaruh harga minimal 60 juta karena memang mereka perlu banyak anggaran untuk praktik dan lain sebagainya,” tambah beliau.
Hal ini karena dana pendidikan dari APBN yang sebesar 20% dan SPP dari mahasiswa sendiri belum cukup.
“Ketika kita mengikuti pola peningkatan sarana dan prasarana masing-masing fakultas, kebersihan, dan lainnya tidak akan cukup jika menggunakan dana APBN dan SPP tersebut, untuk itu diperlukan SP-SPOA bagi siswa yang baru masuk tadi. Ini disebut dengan Anggaran Berbasis Kinerja,” kata beliau.
Lalu bagaimana dengan adanya isu yang menyebar dikalangan mahasiswa Unlam dan masyarakat sekitar yang mengatakan bahwa besar kecilnya SP-SPOA yang dihantarkan calon mahasiswa dalam surat pernyataan tersebut menentukan kelulusan calon mahasiswa sendiri?
PR I mengatakan bahwa besar kecilnya SP-SPOA yang ditulis dalam surat pernyataan tersebut tidak menentukan kelulusan calon mahasiswa Unlam. Yang menentukan adalah nilai calon mahasiswa dalam menjawab soal-soal ujian masuk.
“Namun jika terdapat peserta ujian yang nilainya sama maka alat ukurnya adalah berapa berasan SP-SPOA yang akan disumbangkan dalam surat pernyataan masing-masing peserta yang nilainya sama. Untuk itulah kenapa ada surat pernyataan yang harus diisi calon mahasiswa sebelum mengikuti ujian masuk Unlam jalur SENYUM kemarin,” ungkap beliau.
Bagaimana dengan pendapat mahasiswa baru Unlam sendiri mengenai adanya SP-SPOA tersebut? Menurut Fahrunnisa, mahasiswa yang diterima di FKIP Program Studi Pendidikan Biologi melalu jalur SENYUM ini mengungkapkan bahwa sumbangan SP-SPOA kurang wajar karena dari semua jalur penerimaan berbeda-beda besarannya.
“Kalau berbeda-beda apakah ada perbedaan juga pada fasilitas yang didapatkan nantinya?,” kata mahasiswa lulusan MAN 2 Martapura ini.
Berbeda dengan yang diutarakan Ratna Dewi, mahasiswa Fakultas Kedokteran jurusan Ilmu Keperawatan yang diterima melalui jalur SENYUM ini mengatakan baginya besar kecilnya sumbangan tidak jadi masalah. “Yang penting sudah diterima di Unlam, soalnya pas SNMPTN kemarin nggak lulus,” jawabnya. Begitu pula dengan Muhammad Bagus Darmawan, mahasiswa asal SMAN 2 Banjarbaru yang diterima di Fakultas Hukum Unlam.
Dunia pendidikan Indonesia tentunya tidak lepas dari berbagai macam sumbangan bagi peningkatan masing-masing institusi pendidikan, walaupun notabenenya gratis. Namun kiranya kata ‘sumbangan’ sangatlah tidak cocok untuk mendapatkan dana tambahan peningkatan tersebut dengan batasan minimum tersebut karena kita tahu secara harfiah sumbangan sifatnya sukarela, tidak ada batasan.
Ini merupakan panggilan bagi mahasiswa-mahasiswa pemikir untuk peduli dengan hal-hal yang terabaikan ini apalagi yang berbau politik uang. Ironi jika Unlam mengeliminasi calon mahasiswa berpotensi untuk kemajuan Unlam hanya karena besar kecilnya sumbangan untuk Unlam sendiri.