Seekor induk kucing terlihat ‘memandikan’ anaknya dengan menjilati wajah anak kucing itu dengan lembut dan penuh kasih sayang, tak hanya wajahnya, telinganya bahkan setiap sudut tubuh anak kucing pun tak lepas dari perhatian sang induk.
Kucing betina itu terlihat begitu tulus dan menikmati pekerjaannya memandikan anak. tak peduli seberapa banyak kotoran yang melekat dibulu-bulu halus anaknya, sang induk betina terus membersihkannya.
Hal diatas bukanlah pemandangan luar biasa, bahkan sering sekali kita jumpai, namun jika kita luangkan waktu sedikit saja untuk mengamati hal yang amat kecil tersebut dengan benar-benar, tak hanya melihat dangan kasat mata, maka cukuplah kasih sayang seekor kucing betina terhadap anaknya itu untuk menggambarkan betapa tulusnya kasih sayang seorang Ibu terhadap anaknya. Betapa tidak? Seekor kucing saja terlihat begitu tulus dan rela membersihkan tubuh anaknya yang kotor dengan menjilatinya, pun tak jarang untuk menunjukan kasih sayangnya, dengan cara menjilati anaknya itulah sang induk menunjukannya. Apalagi manusia, tak terbilang banyaknya dan tak kan pernah bisa dihitung kasih sayang yang diberikan seorang Ibu kepada anaknya.
Maka jika ada pertanyaan, siapakan orang yang paling berjasa di dunia ini? siapakah satu-satu nya orang yang mau menukar nyawanya demi diri kita? tentu jawabannya tak lain adalah Ibu.
22 Desember ditetapkan untuk memperingati hari Ibu di Indonesia, namun rupanya tak seperti pandangan perayaan hari Ibu dewasa ini bahwa pada umumnya orang-orang menganggap Hari Ibu diadakan untuk menunjukan kasih sayang kepada seorang Ibu, sedikit flashback melihat sejarah ditetapkannya hari Ibu pada tanggal 22 Desember di Indonesia diawali dari bertemunya para pejuang wanita dengan mengadakan Kongres Perempuan Indonesia I pada 22–25 Desember1928 di Yogyakarta.
Kongres ini dihadiri sekitar 30 organisasi perempuan dari 12 kota di Jawa dan Sumatra. Hasil dari kongres tersebut salah satunya adalah membentuk Kongres Perempuan yang kini dikenal sebagai Kongres Wanita Indonesia (Kowani).
Organisasi perempuan sendiri sudah ada sejak 1912, diilhami oleh perjuangan para pahlawan wanita abad ke-19 seperti Martha Christina Tiahahu, Cut Nyak Dhien, Tjoet Nyak Meutia, R.A. Kartini, Maria Walanda Maramis, Dewi Sartika, Nyai Ahmad Dahlan, dan lain-lain. Peristiwa itu dianggap sebagai salah satu tonggak penting sejarah perjuangan kaum perempuan Indonesia. Pemimpin organisasi perempuan dari berbagai wilayah se-Nusantara berkumpul menyatukan pikiran dan semangat untuk berjuang menuju kemerdekaan dan perbaikan nasib kaum perempuan. Penetapan tanggal 22 Desember sebagai perayaan Hari Ibu diputuskan dalam Kongres Perempuan Indonesia III pada tahun 1938.Kemudian Presiden Soekarno menetapkan melalui Dekrit Presiden No. 316 tahun 1959 bahwa tanggal 22 Desember adalah Hari Ibu dan dirayakan secara nasional hingga kini.
Jadi intinya yang melatar belakangi ditetapkannya hari Ibu 75 tahun yang lalu adalah untuk memperingati peran seorang Ibu atau dengan kata lain perempuan Indonesia yang turut serta memperjuangkan kemerdekaan Indonesia, disamping untuk memperjuangkan hak-hak perempuan juga tentunya.
Lalu pertanyaannya, salah kah perayaan hari Ibu pada era modern ini yang lebih identik dengan “menunjukan” kasih sayang kepada seorag Ibu dari pada mengenang perjuangan Perempuan Indonesia jaman dulu yang justru melatarbelakangi lahirnya hari Ibu? tentu tidak salah.
Penulis boleh jadi rada sedikit heran juga dengan perkara ini. Jika hari Ibu lebih tepatnya bertujuan untuk memupuk semangat kebangsaaan dengan mengenang perjuangan sosok Ibu/ perempuan Indonesia dalam hak-hak wanita dan kemerdekaan Indonesia, bukan kah lebih cocok dengan tujuan diadakannya Hari Perempuan (Women’s Day), pun perayaan hari Kartini juga mempunyai makna yang kurang lebih sama.
Maka tak heran jika sekarang orang-orang mulai melupakan tujuan diadakannya hari Ibu secara historis dan lebih mengarah kepada perayaan untuk menunjukan kasih sayang kepada Ibu secara folmalitas belaka.
Tak hanya melalui media televisi yang ramai sekali menunjukan pentingnya kasih sayang seorang Ibu, dengan menjamurnya sosial media dan semakin canggihnya tekhnologi, ketika membuka jejaring sosial seperti facebook, twitter, maupun aplikasi chat seperti BBM (Blackberry Messenger), dapat dipastikan semuanya mengusung tema “kasih sayang Ibu”. Padahal belum tentu sang Ibu yang dimaksud mempunyai jejaring sosial ataupun menggunakan aplikasi chat yang sama. Kembali muncul pertanyaan yang juga selalu mengiringi perayaan berbau kasih sayang lainnya, bukan kah urusan kasih sayang selalu bisa ditunjukan setiap hari tanpa menunggu momentum Hari Ibu? Ya memang benar sekali.
Menariknya, dalam penjelahan jejaring sosial yang bertemakan hari Ibu tak sengaja penulis menemukan statement yang dirasa cukup mewakili pandangan masa kini, yaitu ada yang mengatakan “nulis di facebook tuh buat share ke orang-orang saja, aku sih ucapin langsung, ntar kalo gak nulis di facebook, orang-orang juga berasumsi kalau kita gak inget hari Ibu..”, penulis jadi bertanya-tanya : lantas, apa kita harus membuat orang berasumsi bahwa kita ingat hari Ibu? Apa pentingnya? dan kalau sudah dikatakan secara langsung, so what? lagi-lagi hal seperti itu hanyalah berkesan sebagai sebuah formalitas.
Nah, lalu bagaimana memaknai hari Ibu secara bijak? penulis juga tak cukup bijak untuk urusan ini, karena mau beribu kali mengadakan perayaan hari Ibu pun dirasa tak kan cukup untuk menunjukan betapa pentingnya peran seorang Ibu. Tentu saja temasuk dalam konteks perjuangan. Bukan kah proses melahirkan, membesarkan, merawat, dan mendidik seorang anak termasuk perjuangan seorang Ibu? Bahkan tak hanya perjuangan, melain kan juga bentuk Pengorbanan. Jangankan mengorbankan waktu, mengorbankan nyawa nya pun akan dilakukan seorang Ibu.
Baiklah, ada baiknya kembali lagi kepertanyaan sebelumnya, bukan kah tak ada salahnya merayakan hari Ibu dalam satu hari untuk menunjukan kasih sayang kepada Ibu? tentu saja jawabannya masih iya. Boleh jadi kita terlalu sibuk dengan hidup kita sendiri, hingga kita lupa bahkan tak punya waktu untuk merenungi apa yang telah kita lakukan untuk membahagiakan seorang ibu? Ya, walaupun apapun yang kita lakukan tidak akan bisa membalas perjuangan dan pengorbanan seorang Ibu. Setidaknya kita menyadari satu hal, bahwa kunci dari perjuangan seorang Ibu adalah mengorbankan hidupnya agar orang disekitarnya dapat berkembang. Dan kesadaran itulah sesungguhnya bentuk yang nyata daripada perayaan untuk formalitas belaka.
Selamat hari Ibu! Salam hangat dari Ibu Jari, yang juga telah mau menjadi ibu dari jari-jari kita. (ra)