LPM Kinday

Kabar Kampus Universitas Lambung Mangkurat

“Birokrasi Mati”

Ketika sirine menangis.

Gemuruh angin yang sekarat.
Deras air selalu memanipulasi skema parlementer.
Seakan-akan proyeksi berpadu dengan tangisan kaum fakir yang meronta minta duit.
Sesaat gemuruh itu menghantam telingaku, seperti selongsong senapan yang berpeluru tangisan air mata.
Kubuka jendela berharap udara beracun dari pabrik-pabrik manifesto kaum kapitalis akan lenyap.
Dan faktanya, mereka masih menari di kepala para pemimpin yang dipenjara konsumerisme individu.
Kulangkahkan kaki di setiap trotoar jalan dengan tergesak-gesak, berharap mayat-mayat harapan dan aspirasi tak aku lihat sedikitpun. Sedih untuk dilihat.
Ingin ku membangun semangat nasionalisme ini berharap para sang penguasa negeri ini yang menganggap dirinya sudah demokratis, tetapi sepi dengan aksi.
Demonstrasi yang bertumpah tangis darah tidak bisa terungkap sampai saat ini.
Udara, daratan, lautan dianggap berbahaya bagiku untuk menyuarakan kritikan.
Seakan –akan pengeras suara di gedung parlemen itu memecahkan gendang telinga mereka dan terus menari bersama para kapitalis berkedok tamu kehormatan.
Dengarlah saudara-saudara seperjuangan.
Apabila hak-hak yang tak seimbang dengan kewajiban sudah terlalu busuk untuk dipercayai.
Terlalu hina untuk diterima.
Ludahilah gedung mereka yang hina dari rumah prostitusi.
Air mani yang menjadi parfummu, tak tercium dengan jas dan sepatu berdollar-dollar harganya.
Kita tidak bisa diam saudaraku.
Satu langkah bersama, hancurkan birokrasi mati.
Karya Muhammad Ammar Ridhani
KBU.16.423/A. Balwana
Penulis adalah anggota muda Mapala Kompas Borneo Universitas Lambung Mangkurat