Pers mahasiswa atau yang lebih dikenal dengan sebutan “Persma” merupakan salah satu dari bagian gerakan mahasiswa dengan bentuk gerakannya yang menitik beratkan pada propaganda-propaganda pembentukan opini publik lewat tulisan. Salah satu alasan yang mendasari persma lebih menitik beratkan pada perjuangan lewat tulisan adalah selain sebagai lembaga yang berlabel pers, tulisan memiliki sebuah kekuatan yang besar untuk membentuk opini publik. Lewat sebuah tulisan, pemikiran dan gagasan-gagasan cemerlang seseorang dapat menembus ruang dan waktu walaupun penulisnya telah terkubur ribuan tahun silam.
Menurut Pengamatan penulis, ternyata perjuangan mahasiswa pada zaman penjajahan Belanda jauh berbeda dengan perjuangan mahasiswa saat ini. Kaum intelektual pada zaman penjajahan Belanda yang awalnya tergabung dalam organisasi Perhimpunan Indonesia (PI) tahun 1942 menyerukan persatuan dengan dasar nasionalisme untuk mengusir cengkraman kolonialisme di Indonesia.
Tuntutan pemuda waktu itu dimuat dalam terbitannya yaitu majalah Hindia Poetra. Pemuda bergerak secara dinamis mulai dari kritiknya terhadap Volksraad(parlemen yang dibuat Hindia Belanda) agar sepenuhnya diubah menjadi parlemen rakyat. Misalnya kritik terhadap sewa tanah industri gula di Hindia Belanda yang menindas kaum tani. Hingga tuntutan berubahnya Hindia Poetra menjadi Indonesia Merdeka yang membedah secara detil konsepsi persiapan kemerdekaan. Indonesia Merdeka juga termasuk salah satu media yang pertama kali menyeru agar semua wilayah bekas jajahan Hindia Belanda bersatu membentuk NKRI.
Persma saat ini hanyalah sebuah wadah untuk menempa ilmu jurnalistik dan penyelenggaran acara-acara seminar jurnalistik belaka. Lalu di mana peran sosial politik persma sekarang? Pergeseran posisi peran tersebut menjadikan persma terletak di posisi yang marjinal, tidak berfungsi layaknya sebagai agent of change. Bagaimana caranya untuk mengubah nasib persma agar ditempatkan kembali menjadi kontrol sosial bagi masyarakat dan mahasiswa itu sendiri, agar predikat persma sebagai penyalur aspirasi masyarakat dapat diraih kembali.
Awalnya berangkat dari pandangan, bahwa persma dan media umum lainnya sebenarnya sama dalam hal sebagai media aspirasi masyarakat. Unsur yang membedakan ada pada faktor sejarah dan pelaku perubah zaman. Mahasiswa dan perubahan adalah dua hal yang saling berkaitan. Suatu negara, di mana saja, pasti mengenal adanya perubahan (reformasi), dan pelakunya mayoritas adalah generasi muda, dan sebagian besar mereka adalah mahasiswa. Di balik perubahan itu, hadirlah sosok persma sebagai media penyampai kritik secara tertulis tentang segala hal yang dianggap menyimpang dari aturan yang telah ditetapkan. Begitu besarnya peran tersebut, persma menjadi bagian dari kelompok strategis pada dataran sosial politik.
Namun sekarang, warisan semangat perjuangan, serta visi-misi, tidak tersampaikan secara luas dan merata. Sebagai bukti, banyak persma yang dinyatakan mandul. Artinya, mereka hanya mernberitkan hal-hal intern kampus belaka. Segala keluh kesah di masyarakat tidak tersampaikan secara penuh, tapi sekadar selingan berita saja. Ketika seorang mahasiswa ditanya kenapa ia ikut menjadi pengelola persma, ia menjawab, karena ingin memperdalam dunia jurnalistik atau meniti karier menjadi seorang jurnalis. Alasan klasik dan tidak membangun itu malah menjadi dasar utama mereka dalam mengelola persma, sehingga arah perjuangan bergeser menjadi arah orientasi berkarier, maka yang terjadi di masyarakat adalah kekecewaan bukan kepercayaan.
Banyak persma saat ini masih tenggelam pada kejayaan masa lalu (era 1965 sampai 1970-an). Bukti yang terjadi di lapangan semakin memperkuat dugaan melemahnya kualitas pemberitaan dan peran persma. Pemberitaan yang tidak kritis terhadap birokrat kampus dan pemerintah, tema/topik yang kering, menjadi hambatan terbesar yang sulit diubah.
Peran dan pergaulan persma dengan masyarakat saat ini berada pada kondisi yang kritis dan perlu upaya yang harus dilakukan dalam memperbaikinya. Eksistensi persma yang harus dicari kembali adalah makna kedekatannya dengan masyarakat bukan sekadar hadir di masyarakat.
Adapun upaya tersebut merupakan langkah untuk melakukan koreksi diri atas semua kerja dan hasil dari produk persma saat ini. Hal yang harus diperhatikan saat ini adalah, pertama, dengan melihat kejayaan persma di masa lalu. Setelah itu memaknainya sebagai starting pointpenerapan nilai dan semangat perjuangan di masa lalu untuk diterapkan dalam persoalan masa kini dalam kondisi dan situasi apa pun. Sederhananya adalah penerapan nilai perjuangan sebagai penyesuaian kondisi zaman sekarang.
Kedua, persma harus bisa menjadi jembatan antara kampus dan masyarakat. Mahasiswa adalah kelompok yang dekat dengan birokrat kampus. sehingga masyarakat lebih memilih mahasiswa sebagai kelompok yang dipercayai. Maka peran persma berlaku di sini. Masyarakat yang membutuhkan informasi tentang dunia kampus serta hal-hal yang belum transparan keakuratannya akan terpenuhi.
Ketiga adalah membentuk jaringan persma yang bersifat lokal dan nasional dengan agenda pertemuan antarpersma se-Indonesia, agar pergerakan serta perjuangan akan jelas arahnya. Banyak manfaat yang bisa dipetik dari acara tersebut, yang pasti itu bukanlah forum kongko-kongkoatau dagelan belaka yang menghabiskan dana dan tenaga serta pikiran yang tidak bermanfaat.
Dengan langkah-langkah yang telah disebutkan di atas, maka persma akan terlihat eksistensinya, dan bisa berhasil merebut kembali hati nurani masyarakat dengan pemberitaan yang cepat, akurat dan benar-benar dibutuhkan masyarakat.
Di luar itu semua penulis juga mendapati bahwa mahasiswa yang bergerak didalam kampus dengan pemerintahan kampus sebagai miniatur negara di dalamnya terdapat lembaga yang mempunyai fungsi eksekutif, legislatif dan yudikatif. Disinilah mahasiswa menempatkan diri sebagai kaum intelektual yang paham dengan pemerintahan negara dan pemerintahan kampus. Peran mahasiswa akan lebih strategis ketika mempunyai kedudukan yang independen namun memiliki keberpihakan terhadap kaum minoritas. Maka sebagian mahasiswa tergabung dalam lembaga pers mahasiswa agar mampu memperjuangkan hak-haknya tanpa didomplengi golongan tertentu.
Dalam kinerjanya persma selalu berpatokan pada empat fungsi yang mampu mengubah tatanan sosial demi kepentingan banyak orang. Melalui fungsi informasi, edukasi, transformasi dan kontrol sosial mengacu pada UU pokok pers nomor 40 tahun 1999. Didalamnya tertera bahwa kemerdekaan menyampaikan pendapat dan memperoleh informasi melalui penyiaran sebagai perwujudan hak asasi manusia dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, dilaksanakan secara bertanggung jawab, selaras dan seimbang antara kebebasan dan kesetaraan menggunakan hak berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Sebagai media informasi selayaknya persma memberikan kabar berupa berita atau isu-isu yang berkembang terutama ditataran kampus. Informasi tersebut tidak sebatas isu internal kampus saja namun harus merambah isu-isu nasional. Mahasiswa harus peka terhadap isu yang beredar agar mampu menginformasikan kepada khalayak umum.
Sebagai media edukasi, konten tulisan berita dari persma harus memiliki unsur intelektualitas bagi pembaca. Persma tidak sekedar memberikan informasi melainkan memberikan pengetahuan yang benar tentang apa yang diangkat kepada pembaca. Ada sifat mendidik didalamnya sehingga menunjukkan bahwa persma ditekuni oleh para kaum intelektual muda. Sisi intelektualitas tidak hanya tercermin dalam perkuliahan saja namun harus tercermin dalam analisis terhadap wacana yang ada.
Fungsi persma setelah menjadi media yang mampu mengedukasi pembaca selanjutnya ia harus dapat mentransformasikan wacana yang ada. Konten tulisan yang akan disampaikan kepada pembaca tidak hanya sebatas pemberitahuan saja. Penulis harus menyampaikan pemirikirannya tanpa harus menjudge isu yang disampaikan. Namun kebanyakan saat ini isu yang diwacanakan masih jarang yang sampai pada ranah transformasi. Semestinya gaya penulisan yang disampaikan menggunakan bahasa yang mudah dipahami semua kalangan.
Fungsi persma yang tidak kalah penting adalah mampu menjadi media kontrol sosial. Fungsi ini menempatkan persma sebagai pengawas kebijakan yang dikeluarkan oleh pemegang kekuasaan agar dalam mengeluarkan kebijakan nantinya harus didasari kepentingan khalayak umum. Ketika media umum tidak mampu melakukan kontrol sosial karena berbenturan dengan kepentingan komersial, maka disitulah peran persma difungsikan. Persma masih menjunjung tinggi idealisme tanpa dibarengi dengan kepentingan pribadi atau golongan.
Empat fungsi persma saat ini perlu digencarkan lagi mengingat eksistensi gerakan mahasiswa berada pada jalur ideologi yang masih kental untuk diperjuangkan. Persma mampu menjaga idealisme tanpa ada keikutsertaan suatu golongan. Payung independensi tidak akan mampu dirogoh oleh kalangan yang berkepentingan saja. Mengingat sejarah berdirinya persma adalah untuk melakukan pembelaan terhadap rakyat.
Hasil karya persma menjadi bukti nyata bahwa eksistensi masih tetap terjaga. Konten wacana yang disampaikan masih menjunjung tinggi intelektualitas yang tercermin lewat kritik bersifat membangun. Idealisme merupakan keistimewaan yang dimiliki mahasiswa saat ini menjadi pendukung keberlangsungan pergerakan mahasiswa.
Oleh: Raudah Putri Ekasari
Daftar Rujukan: