persmakinday.com – Aldi Fachrisaldi Putera, mahasiswa Ilmu Pemerintahan Angkatan 2015 ini sedang santer dibicarakan di dalam dunia perpolitikan kampus ULM. Ya, dia merupakan calon ketua BEM Universitas Lambung Mangkurat nomor urut 1.
Aldi kelahiran Rantau Panjang Hulu, Kusan Hilir Kabupaten Tanah Bumbu. Dia lahir pada 8 November 1997 silam. Merupakan anak pertama dari tiga bersaudara. Mendapat pendidikan keras oleh keluarganya, ia sudah terbiasa hidup mandiri sejak kecil.
Selama menjadi mahasiswa, ia tak sekadar kuliah. tapi juga bekerja dan berorganisasi. Ia sendiri rela mengorbankan waktu tidurnya hanya 2-3 jam dalam sehari. Ia meyakini, hidup adalah untuk mencari kebermanfaatan. Salah satunya adalah dengan jalan berorganisasi.
Hari ini, ia mencalonkan diri untuk memimpin dari garda depan dengan landasan motivasi “ada niat, di situ ada jalan”. Artinya ia punya niat. Memiliki dorongan dari kawan-kawan, senior, adinda-adinda di organisasi dan jurusan. Serta dorongan dari orang tuanya yang membangun karakter keberanian, ingin maju, dan bertarung.
“Bagi ulun ada konsepsi, layang-layang tidak akan terbang sebelum layang-layang itu melawan arus angin itu sendiri”, terang Aldi ketika ditemui di Sekretariat BEM pasca Isya (8/12).
Baginya, pemimpin adalah pribadi yang dikorbankan. Dalam perspektif, ia harus harus melayani, memotivasi, dan memberikan sebuah karya yang dipimpinnya. Seorang pemimpin harus bisa bekerja keras dan membuat gebrakan-gebrakan yang baru di organisasi.
Atas dasar semangat tersebut, Aldi menawarkan grand design yang terjabar dalam visi misinya sebagai calon ketua BEM ULM.
Menurut Aldi, kolaborasi sangat penting sebagai senjata yang sangat kuat. Bukan soal pribadi yang membuat unggul. Tapi siapa yang mampu bekerjasama dan berkolaborasi antar satu individu dengan individu lainnya. Antar satu organisasi dengan organisasi lainnya. Kedua, adalah berdedikasi.
“Berdedikasi memiliki kepanjangan berkarya, berani, aspiratif, serta sinergis. Kita harus punya unsur-unsur dalam berkolaborasi melaksanakan program kerjanya”, papar penyuka buku-buku tentang politik dan bersepeda ini (8/12).
3 Program Kerja
Pertama, mengawal transparansi Uang Kuliah Tunggal (UKT) secara kolektif. Demi hajat hidup mahasiswa banyak serta beasiswa bagi mahasiswa yang berprestasi.
Kedua, keringanan SKS bagi penggiat organisasi berbagai level jurusan, fakultas, maupun universitas. Baik anggota muda maupun anggota penuh. Keringanan SKS ini dimaksudkan agar mahasiswa mendapatkan kelonggaran untuk berorganisasinya.
Ketiga, pengawalan pencairan beasiswa Biaya Pendidikan Mahasiswa Miskin Berprestasi (Bidikmisi).
Mahasiswa dan Bangun Kesadaran: Keringanan SKS Jadi Solusi
Mahasiswa tidak hanya sekadar gelar. Menurut mahasiswa yang pernah menjabat sebagai Ketua Himpunan Mahasiswa Ilmu Pemerintahan (HIMAPEM) ini.
Mahasiswa merupakan agent of control yang mampu mengontrol, mengkritisi, dan mengawasi isu-isu kebijakan kampus maupun lingkungan di sekitar.
Mahasiswa dapat memberi masukan serta gagasan atas isu yang tengah terjadi. Tentunya berbarengan dengan belajar. Karena mahasiswa merupakan aktor intelektual yang memiliki kepentingan utama untuk belajar.
Hari ini, ia memetakan kebiasan mahasiswa dari perspektif akademik.
Ada mahasiswa yang suka organisasi, ada mahasiswa yang suka kuliah saja, mahasiswa yang suka bisnis, suka nongkrong. Itu lah yang hari ini kita hadapi.
Antropologis ini adalah kekayaan yang dimiliki dan menjadi suatu pelengkap sebagai satu kesatuan.
“Kita mengenal tidak semua jadi bagian dari Agent of control, agent of change, tapi ada juga yang punya tipikal berbeda”, tutur pengagum Zhairullah Azhar ini.
Dia menjelaskan bahwa tipikal-tipikal semacam itu terjadi atas landasan pemikiran mahasiswa itu sendiri. Tentang bagaimana ia memandang dirinya se ideal mungkin. Namun, bagi mahasiswa yang ikut berorganisasi, ia akan mendapatkan kebermanfaatan yang luar biasa.
“Tapi bagi mahasiswa yang suka kuliah tidur-kuliah tidur, ia akan mendapatkan keidealannya seperti itu, hanya memfokuskan satu hal di bidangnya”, lanjutnya.
Kesadaran mahasiswa masih sangat kurang. Karenanya mahasiswa perlu diberikan kesadaran akan pentingnya menjadi bagian dari satu sistem. Banyak mahasiswa yang mempunyai tipikal kebarat-baratan, yang tidak menyehatkan bagi diri sendiri maupun bangsa. Ini menunjukkan betapa kesadaran mahasiswa masih kurang dalam perspektif menjadi seorang intelektual.
Ia juga melihat, selain kurang sadar, mahasiswa jauh melampaui harapan pendahulu mereka. Mahasiswa terhadulu sudah membuat berbagai catatan yang brilian. Tapi saat ini Aldi memandang seakan-akan terbebani ingin menjadi seperti senior pendahulunya.
“ini juga kerasahan, selain mahasiswa dituntut (selesai, red.) kuliah cepat akibat UKT yang menjadi liberalisasi pendidikan”. Menurutnya, mahasiswa saat ini berada dipersimpangan jalan. Antara yang ingin berorganisasi atau ingin belajar dengan fokus.
“Karena itulah saya ingin mengusahakan agar para mahasiswa yang menjadi pengurus di organisasinya bisa mendapat keringanan SKS,” ujar Aldi. Dengan begitu, mahasiswa yang punya beban ganda bisa lebih mudah menunaikan keduanya.
Transparansi UKT
Misi lain yang akan dilakukan Aldi, adalah melanjutkan pengawalan transparansi Uang Kuliah Tunggal (UKT). Dia merasa hal ini tak pernah menemukan titik selesai. Mengapa harus dikawal?
UKT setiap tahun memuat komponen yang berbeda-beda. Apa yang menjadi beban mahasiswa harus jelas peruntukannya. Karena setiap tahun, UKT yang kita bayar dialokasikan untuk kepentingan yang berbeda. Atas dasar itulah mengapa transparansi sangat penting. Sehingga mahasiswa bisa turut mengontrol dan mengawasi kebijakan-kebijakan yang dilaksanakan oleh kampus.
Pencapaian Ketua BEM 2017 Khairul Umam terkait penurunan UKT bagi semester 8 ke atas juga akan ia pertahankan.
“Kalau SK Rektor habis, tidak ada yang bisa menjamin peraturan penurunan UKT itu tetap gratis” tutur Aldi (8/12). Maka dari itu, salah satu gebrakan yang ia buat adalah menghidupkan dan mempertahankan gratis kuliah semester 7 dan 8.
Pengawalan pencairan Bidikmisi
Aldi mengaku ingin mengawasi kelancaran pengiriman dana Biaya Pendidikan Mahasiswa Miskin Berprestasi (Bidikmisi). Penerima Bidikmisi mempunyai taraf hidup menengah ke bawah. Pemerintah harus menyalurkan dan mendistribusikan bidikmisi tepat pada waktunya dan sesuai dengan jumlah yang semestinya.
“Bidikmisi ini harus terlunaskan, adalah janji pemerintah kepada individu penerima bidikmisi”, tutur Aldi. Penerima bidikmisi ini adalah orang-orang yang memiliki prestasi. Agar mereka mampu melakukan terobosan-terobosan bagi almamaternya. Individu bidikmisi ini sangat berharap kepada pemerintah untuk memfasilitasi dan meringankan beban biaya selama kuliah.
Menurutnya, harus ada kejelasan kenapa Bidikmisi bisa terlambat. Banyak mahasiswa penerima Bidikmisi yang bergantung pada dana tersebut. Apabila dana terlambat, maka mahasiswa akan mengalami kesulitan, terutama dari segi finasial.
Harus ada informasi kenapa bidikmisi bisa terlambat pencairannya. Seperti sebelumya, dikabarkan keterlambatan karena adanya pergantian Aparatur Sipil Negara (ASN) yang mengurus Bidikmisi.
“Perlu ada advokasi hak-hak penerima Bidikmisi juga, sebab diakibatkan oleh hal-hal seperti ini mahasiswa jadi ada yang tidak bisa bayar kos, beli makan, dan lain-lain. Keluh kesah itu muncul karena sebagian besar penerima Bidikmisi benar-benar bergantung pada dana yang diberi,” jelas Aldi ketika ditemui LPM Kinday di sekretariat BEM.
Mahasiswa dan Pemimpin
Berbicara mengenai mahasiswa dan kaitannya dengan pemimpin. Bagi Aldi, pemimpin adalah pribadi yang dikorbankan. Artinya, pemimpin adalah orang yang melayani. Baik lembaga maupun institusinya.
Pemimpin harus mampu memotivasi anggotanya, mengambil bagian penting dan strategis agar memberikan hasil maksimal atas produk dari organisasinya.
Alasan Aldi mencalonkan diri sebagai ketua BEM berasal dari motivasi terbesarnya, yang ia dapat dari peribahasa “Dimana ada kemauan, disitu ada jalan”.
“Alhamdulillah, berkat niat, dorongan dari kawan-kawan, adik-adik di organisasi maupun jurusan, serta doa dari orangtua. Semua dukungan itu memberi saya motivasi untuk maju, karena bagi saya pula, layang-layang tidak akan bisa terbang tanpa melawan angin,” terang Aldi.
Membangun kesadaran dan komitmen juga menjadi salah satu rencana dari program kerja Aldi yang ditujukan kepada seluruh unsur civitas akademika. Mahasiswa harus punya terobosan baru, walau satu kepengurusan tidak cukup untuk membangun kesadaran, tapi setidakn ya, bagi Aldi telah ada yang memulai.
“Penting untuk mahasiswa memiliki nilai profesionalitas dan komitmen yang ditujukan untuk membangun kesejahteraan kampus, dan masing-masing dalam diri mahasiswa harus memiliki itu,” sambungnya.
Membangun dari luar
Ketika ditanya apa yang ia lakukan seandainya tidak terpilih menjadi ketua BEM, ia menjelaskan bahwa menurutnya ada dua sikap seseorang. Pertama, masuk ke dalam organisasi itu dan membangun dari dalam. Kedua, keluar dan membangun organisasi itu dari luar.
“Saya pilih keluar, membangun dan menguatkan organisasi itu dari luar”, pilihnya.
Penulis: Gloria Lanina, Siti Hajar Aswat dan Rizky Tri Yuniar
Editor: Siti Nurdianti