LPM Kinday

Kabar Kampus Universitas Lambung Mangkurat

Angkat Isu Perempuan, FSB Putar Karya Kamila Andini

Forum Sineas Banua (FSB) kembali gelar Ngobrol Film (Ngofi) ke-19 di Gedung Balairung Sari Taman Budaya Kalimantan Selatan pada Selasa dan Rabu (20-21/02/2018).

Berbeda dengan tema-tema sebelumnya, Ngofi kali ini menghadirkan topik tentang perempuan dengan tema Focus on Kamila Andini yang juga hadir di 23 kota oleh 27 komunitas film.

“Kamila Andini selama ini selalu mengangkat isu-isu perempuan, feminisme, tentang kasus kekerasan dan korban-korban kekerasan seksual yang ada di Indonesia,” terang Ade Hidayat, salah seorang aktivis Forum Sineas Banua, Rabu (21/2/2018).

Dalam program ini ada tiga karya Kamila Andini yang diputar yaitu The Mirror Never Lies (2011) yang mengisahkan tentang perempuan dalam tradisi Suku Bajo, Following Diana (2015) yang mengisahkan tentang pergulatan batin perempuan sebagai istri sekaligus ibu yang dipoligami, serta Memoria (2016) yang memotret luka perempuan yang menjadi korban kekerasan seksual pada saat perang kemerdekaan Timor Leste dari Indonesia.

Kamila Andini dikenal sebagai sutradara yang konsisten mengangkat isu-isu perempuan. Rencananya, pada 8 Maret 2018 ia akan meluncurkan film terbaru yang berjudul The Seen and Unseen atau Sengkala Niskala (2017) di bioskop. Tiga film yang diputar pada Ngofi ke-19 FSB kali ini bermaksud untuk menyambut film terbaru Andini dengan membaca karya-karya terdahulunya.

“Untuk menyambut film itu, boleh dikatakan kita sedang membaca Kamila Andini dengan tiga film ini. Kalau untuk menayangkan tidak, kita hanya menyambut The Seen and Unseen,” imbuh Ade.

Ade juga melanjutkan bahwa di setiap program Ngofi, Divisi Apresiasi dan Edukasi FSB sepakat untuk menghadirkan diskusi dengan tema-tema yang ada dan berbeda.

“Kali ini kenapa perempuan, kami pikir perempuan sangat menarik dan wajib untuk diangkat,” tuturnya.

Tentang perempuan, Shaula selaku narasumber diskusi setelah pemutaran film mengatakan bahwa perempuan seringkali tidak hanya memikirkan dirinya sendiri ketika menghadapi suatu masalah.

“Itu tergambar dari film yang ditayangkan (Memoria dan Following Diana, red.), kedua tokoh utama film ini ketika menghadapi konflik sama-sama memikirkan anak mereka,” tutur Shaula.

Erlina, narasumber lain pada diskusi tersebut mengomentari kedua film yang menceritakan penderitaan perempuan di wilayah konflik dan di wilayah privat.

“Poligami bisa jadi kekerasan ketika menjadi penderitaan bagi perempuan,” komentar Erlina pada film Following Diana.

Erlina juga menambahkan, ketika pembagian peran antara laki-laki dan perempuan dilakukan dengan sadar maka itu tidak salah.

“Sayangnya, tidak semua perempuan punya kesadaran akan konsekuensi dan memilih peran, selama ini peran yang terbagi terjadi begitu saja,” tutur Erlina.

 

Penulis: Siti Nurdianti

Editor: Siti Hajar Aswat