Aliansi Mahasiswa Kalimantan Selatan melakukan aksi unjuk rasa damai di Jl. Lambung Mangkurat pada Kamis (20/09/2018) di dekat gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kalimantan Selatan (DPRD Kalsel). Aksi ini merupakan pernyataan sikap atas turunnya nilai tukar Rupiah terhadap Dolar AS. Penurunan nilai tukar Rupiah ini dianggap dapat mengganggu stabilitas ekonomi nasional.
Tidak seperti yang sempat terjadi minggu lalu, mahasiswa yang mengikuti aksi unjuk rasa damai kali ini tidak diperbolehkan memasuki gedung DPRD Kalsel. Puluhan polisi tampak berjejer dengan rapat, sebagai upaya mengantisipasi aksi anarkis mahasiswa.
Ada tujuh pokok yang dituntut Aliansi Mahasiswa Kalimantan Selatan, di antaranya:
- Mendesak pemerintah untuk menstabilkan nilai tukar Rupiah terhadap Dolar AS.
- Mendesak pemerintah untuk segera meningkatkan ekspor dan mengurangi impor.
- Menuntut pemerintah untuk menggalakkan ekonomi kerakyatan yang berkeadilan.
- Menstabilkan harga-harga dalam negeri terkait bahan pangan: BBM, BBG, TDL.
- Mendesak pemerintah untuk menasionalisasikan aset negara yang dikelola oleh asing.
- Menagih janji pemerintah untuk mewujudkan kemandirian ekonomi.
- Cabut Perpres No. 20 Tahun 2018 tentang TKA.
Namun, hingga pukul 13.00 WITA, aksi damai yang diikuti gabungan Badan Eksekutif Mahasiswa se-Kalimantan Selatan (BEM se-Kalsel) belum mendapat titik temu. Pihak DPRD hanya memperbolehkan 10 perwakilan mahasiswa, tetapi mahasiswa menolak dan tetap menginginkan seluruh peserta unjuk rasa memasuki gedung.
“Kami tetap pada pendirian, hari ini harus terselenggara sidang rakyat,” ujar Aldi, ketua BEM Univesitas Lambung Mangkurat.
Nurdin Ardalepa, anggota Dewan Eksekutif Mahasiswa Univesitas Islam Negeri (DEMA UIN) Antasari juga menyebutkan hal yang serupa.
“Jika hari ini tuntutan mahasiswa tidak dipenuhi, maka kami akan datang dengan massa yang lebih besar,” ucapnya.
Penulis: Hafizah Fikriah Waskan