Oleh: Wahyu Aji Saputra
Sedari kecil kita sudah disuguhi berbagai cerita legenda rakyat. Mulai dari anak yang terlahir dari timun, bidadari yang dicurangi lelaki jomlo desa, hingga pertikaian buaya dan ikan hiu. Namun ada satu legenda yang baru kita dapatkan, langsung dari lapangan setelah kita menginjak bangku perkuliahan. Namanya adalah “minggu tenang”.
Minggu tenang merupakan sebuah legenda merangkap mitos di dunia mahasiswa. Minggu tenang merupakan ungkapan yang menggambarkan sebuah minggu atau beberapa minggu dari jadwal akademik yang dikhususkan untuk mahasiswanya bersiap menghadapi ujian akhir semester. Sesuai namanya, minggu tenang diharapkan mampu membuat jaringan syaraf pada otak mahasiswa yang tegang selama menjalani semester agar kembali rileks. Tetapi yang namanya legenda, tak ada yang nyata.
Kodrat minggu tenang yang menenangkan selama ini sangat melenceng. Minggu tenang bukanlah minggu yang bisa membuat para mahasiswa dapat tenang dan tidur dengan senyuman di kala malam menjelang. Sebaliknya, minggu tenang justru menghadirkan kegelisahan yang kian santer dan membesar seiring mendekatnya waktu ujian. Tak jelas apa yang diinginkan dari penamaan ini. Yang pasti minggu tenang sudah keluar dari makna secara harfiah. Justru lebih menjurus makna secara ironis.
Mahasiswa yang biasanya merasakan berbagai gelisah tanpa arah ini adalah para mahasiswa bau kencur yang baru menduduki bangku perkuliahan. Itu tuh yang kalau masuk kelas lebih duluan ketimbang dosennya 30 menit dan tasnya disandang satu tangan aja. Nah, mahasiswa yang jenis seperti ini kadang berhasil tertipu rayuan minggu tenang. Dengan iming-iming libur beberapa hari ke depan, maka pikiran langsung menuju ranah liburan dan santai sembari mengulang pelajaran di kelas sambil minta dikirimkan catatan milik teman untuk disalin. Tetapi sayang seribu sayang, para dosen dan staff pengajar tak mudah untuk ditaklukan. Kekuasaannya bagai titah raja yang siap dijalankan. Mengetahui bahwa nantinya mahasiswa bau kencur ini bakalan berleha-leha selama beberapa hari kedepan, alangkah indah dan bijaknya untuk sedikit memberikan pelajaran tambahan. Berupa laporan atau tugas yang mesti selesai ketika ujian berlangsung sebagai syarat untuk ikut ujian. Alhasil, bukannya tenang malah menjadi kegaduhan.
Bukan hanya itu, anggapan minggu tenang bagi mahasiswa adalah minggu yang ruwet dengan segala materi perkuliahan. Meski mungkin ada saja yang santai-santai saja dan tiba-tiba pasca ujian nilainya tinggi luar biasa, tetapi mahasiswa yang ingin mencurahkan segala jiwa dan raganya untuk menghadapi ujian juga banyak jumlahnya. Rangkuman dari berbagai pertemuan ditulis kembali dalam satu halaman hvs penuh. Kalau masih kurang, kertas folio diikutsertakan dalam proyek penggalangan materi ujian ini. Setelah selesai dengan materi yang bejibun, padahal kuliahnya tak sampai satu jam, mahasiswa juga kadang disibukkan dengan datangnya praktikum atau kuliah pengganti dadakan. Naasnya, bertepatan dengan waktu sakralnya minggu tenang. Kalau tidak ikut maka terancam tidak bisa lulus mata ujiannya. Awalnya ingin mengurangi beban pikiran, justru permasalahan kian bertambah.
Legenda minggu tenang ini memang masih sangat sulit untuk dicari bentuk nyatanya. Tetapi bukan berarti tidak ada. Setidaknya ada beberapa jenis mahasiswa yang benar-benar memaknai minggu tenang dengan bijak. Jika pada akhirnya minggu tenang tidak dapat terwujud karena intervensi dari berbagai sudut, maka sungguh bijak mahasiswa yang menciptakan minggu tenangnya sendiri, dalam versi mereka sendiri. Berbeda dengan para mahasiwa yang ketar-ketir merangkum segala materi perkuliahan, justru mahasiwa jenis satu ini santai dan kalem. Buku catatan memang tak selengkap seperti bukunya calon mahasiswa berprestasi, tetapi dia menerima ketenangan yang hakiki. Jalan kemana-mana, liburan kadang juga tak lupa disela-selanya, main pubg sampai tengah malam seperti kebiasaan hariannya dan hal lainnya yang membuat minggu tenang benar-benar sesuai dengan namanya. Paling tidak minggu tenang yang sesuai dengan ekspektasi mahasiswa bau kencur pada awalnya.
Melihat bahwa salah satu cerita legenda paling populer di kalangan mahasiswa adalah minggu tenang yang justru bikin kegaduhan, maka barang tentu legenda satu ini merupakan sebuah warisan kebudayaan. Jangankan dalam dunia perkuliahan, kadang masa-masa tenang dalam hal lain pun tidak kalah gaduhnya. Tetapi tak apa bagi setiap mahasiswa yang sudah merasakan garam dan asam kehidupan, minggu tenang tetaplah menjadi legenda yang tak bisa terungkap ke permukaan. Mau minggu tenang atau tidak terserahlah. Yang penting ujian nanti bisa jawab, meskipun jarang masuk atau catatan tak selengkap kantong doraemon dan kalau ditanya “sudah belajar?” jawabannya “belum” lalu tiba-tiba nilainya tinggi tak tertandingi. Nah kalau yang itu bukan legenda, memang selalu saja ada.