Liburan panjang setelah ujian semester kerap kali dijadikan banyak orang khususnya mahasiswa perantauan untuk pulang ke kampung halaman. Sebagian mungkin akan mengisi waktu dengan bekerja untuk menambah biaya uang semester. Tetapi pulang ke kampung halaman tetaplah menjadi pilihan yang paling utama.
Tak heran kenapa banyak anak perantauan yang menyambut liburan dengan penuh suka cita dan menganggapnya sebagai momen berharga untuk melepaskan rasa rindu pada keluarga.
Pulang ke kampung halaman berarti bertemu dengan keluarga tempat dimana kita lahir dan tumbuh besar. Selalu ada terselip perasaan rindu sejauh apapun kita dari tanah kelahiran. Layaknya sebuah pepatah yang mengatakan “Kemana pun pergi, akhirnya pulang ke kampung halaman juga.”
Tentunya itu berlaku pada setiap orang yang merantau demi menimba ilmu di tempat yang jauh. Sehingga liburan panjang semester dijadikan pengobat rindu setelah sekian bulan tidak bertemu.
Sayangnya, tidak setiap orang dapat merasakan hal tersebut. Keadaan mungkin memaksanya untuk tidak pulang dengan penuh pertimbangan. Hal itulah yang dirasakan Chrisanto Puae Burongan, seorang mahasiswa ULM, mahasiswa Fakultas Teknik, Prodi Teknologi Informasi, angkatan 2018.
Filipina, negara tetangga Indonesia yang merupakan kampung halamannya. Puas akan IP nya belum berarti membuat ia mampu melalui libur akhir semester dengan rasa penuh suka cita, perasaan sedih harus ia rasa ketika liburan panjang semester kali ini karena situasi memaksanya untuk merayakan natal dan tahun baru tanpa keluarga. Ia mengatakan 2018 merupakan tahun pertamanya merayakan natal tanpa orang tua dan hanya bisa berkomunikasi melalui video call.
“Alasan tidak pulkam (red. Pulang kampung) sebab adanya biaya mahal dan lebih baik ditabung untuk ke depan,” tuturnya.
Dengan berlapang dada ia mengatakan untuk menikmati liburan di Kalimantan dan akan pulang setelah selesai kuliah. Beruntungnya, Christanto tidak larut pada kesedihan. Bersama dua temannya yang juga berasal dari Filipina, mereka menghabiskan hari natal bersama orang-orang Manado. Ia mengaku sangat bersyukur pada Tuhan dan senang bisa bisa merayakan natal bersama orang-orang itu.
”Dengan kebaikan Tuhan, dia mempertemukan kami dengan dua sosok orang tua dan kami bisa mengikuti mereka untuk pergi ke natal orang-orang Manado. Di situ kami bisa menikmati makanan orang Manado yang memang kami rindu, dan saya juga bersyukur kepada Tuhan dimana saya bisa menikmati Kalimantan Selatan yang begitu indah banget,” tambahnya.
Meski diakuinya selama liburan ia tidak bersama orangtua, tetapi bukan berarti liburannya tidak menjadi bermanfaat. Selama liburan Chrisanto rutin beribadah, bermain basket, dan membersihkan indekos. Jarak yang jauh dari orangtua tidak menjadi alasan harus bersedih karena tidak bisa menikmati liburan bersama, ia tetap ceria dan senang menceritakan kegiatan liburannya.
Tentunya kita dapat memetik hikmah bahwa setiap momen kebersamaan liburan bisa didapat dari hal yang tidak terduga, dibalik setiap kesedihan pasti ada jalan dari Tuhan untuk mempertemukan kita dengan keluarga kedua yang membawa kita menuju kebahagiaan yang sama.
Penulis: Noor Hidayah dan Ryan Ramel