Secara umum, anak berstatus mahasiswa bisa dikelompokkan ke dalam dua gugus sederhana: sejahtera dan melarat. Mereka yang sejahtera umunya berdomisili di area yang sama dengan kampus atau memiliki kerabat dekat atau memiliki kepribadian super mandiri. Nah, lain lagi dengan kelompok gugus kedua yang bisa disebut ‘melarat’ karena memiliki ciri rumah jauh (bahkan di luar daerah), siklus pulang kampung yang hanya setahun sekali, dan hari raya mereka menambah satu saat awal bulan, ketika sokongan uang datang. Umumnya mereka ini diklasifikasikan dengan sebutan terhormat: anak kos, yang kehidupannya sungguh miris sekali.
Mari telusuri lebih jauh bagaimana kehidupan mahasiswa sejahtera dan mahasiswa melarat ini dari berbagai skema pokok kehidupan:
- Papan
Mahasiswa sejahtera tidak akan pernah tahu bagaimana awal bulan datang sebagai sebuah anugrah juga nestapa di saat bersamaan. Anugerah karena anak kos akhirnya dapat asupan dana lagi dan bisa bernapas dengan lega lagi. Tapi juga terasa nestapa karena artinya saat jatuh tempo untuk membayar kos-kosan telah tiba. Uang yang asalnya berwarna merah muda tebal menumpuk kita menipis karena harus dibayarkan. Tapi kalau tidak dibayarkan, kemungkinan kelangsungan hidup mereka akan dipertaruhkan.
- Sandang
Bagi yang bukan anak kos tidak akan tahu perjuangan dari sebuah pakaian itu bagaimana. Mereka mungkin akan selalu bergonta-ganti baju dengan santai tanpa beban pikiran dan air mata. Tiap hari ganti baju, bahkan ganti kelas aja bajunya juga beda. Mereka tidak tahu bagaimana anak kos selalu berpikir panjang dan bersikap dewasa dalam memilih pakaian. Bukan hanya untuk style saja, melainkan mereka juga memikirkan bagaimana tumpukan baju ini kalau diganti terus bakal menumpuk. Cuci tangan itu susah lho, usahanya besar. Gak seenak melempar baju ke mesin cuci yang bentar aja udah kering siap jemur atau bahkan laundry. Deterjen juga mahal, air-listrik juga. Jadilah anak kos super selektif dalam berpakaian. Bahkan seminggu jarang ganti.
- Pangan
Ini masalah utama yang buktinya keliatan dalam kehidupan sehari-hari. Anak kos itu hedon di awal bulan dan mengemis di akhir. Mereka bakal hedon dengan gayanya: grocery shopping di supermarket awal bulan, menyetok mie instan sekardus, keperluan mandi, keperluan nyuci bahkan keperluan dapur. Untuk cewek beli juga peralatan kecantikan. Pokoknya gak kepalang tanggung kalau sudah di sana. Apalagi kalau sudah ada yang namanya diskon, semua bakal ditinggalkan demi belanja. Karena prinsipnya diskon itu segalanya.
Nah giliran akhir bulan ini yang mereka super hemat. Diajak makan diluar menolak bilang udah masak, padahal stok mie yang menunggu dengan setia. Makan di luar dikurangin, jajan di luar dihindari, godaan paman kaki lima diabaikan dengan segenap jiwa. Hingga awal bulan berikutnya. Begitu terus kaya siklus.
Kelihatannya anak kos, Sang Mahasiswa Melarat, memang sangat menyedihkan. Tapi tidak semua seperti itu, ini hanyalah segelintir kenyataan penuh bumbu dari berbagai sumber dan pengalaman di lingkungan perkuliahan. Semua tergantung individu. Mereka semua bisa happy dengan caranya sendiri. Bisa mandiri dan tersenyum walau kantong sudah kosong tak berisi. Ini jadi pelajaran hidup tersendiri, bahwa betapa bersyukurnya dulu saat di rumah dimana semua keperluan sudah terjamin. Sekarang semua perlu usaha, harus masak dulu hanya untuk makan sesuap nasi.
Mahasiswa sejahtera dan melarat punya keindahannya masing-masing. Pada akhirnya mereka sama. Sama-sama menempuh pendidikan demi menggapai mimpi dan membanggakan orang-tua. Mereka sama-sama berusaha dengan menguras peluh dan air mata. Salam sukses untuk semuanya, Penerus Bangsa!
Penulis: Tria Mellinia dan Wasfini