Jum’at (17/4) Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Lambung Mangkurat (BEM Unlam) mengadakan acara Bedah Buku karangan Dr. Budi Suryadi M.Si yang berjudul “Universitas Lambung Mangkurat Universitas Lakas Maju” Lantai 2 Aula Rektorat pada pukul 14.50 WITA. Pembedah buku adalah Dr. Rifqinizamy Karsayuda, S.H LL M dari Fakultas Hukum dan dimoderatori oleh Pathurrahman Kurnai, S. Sos, Ma dari FISIP.
Syamsuri, Kepala Anggota Departemen Dalam Kampus BEM Unlam selaku Ketua Pelaksana acara ini menyatakan bahwa sebenarnya mereka tertarik terhadap isi buku Dr. Budi Suryadi karena di dalam buku ini tertuang pemikiran-pemikiran yang baik dan positif untuk Unlam kedepannya.
Pihak BEM juga penasaran terhadap landasan dan pemikiran penulis sehingga menghasilkan gagasan-gagasan yang menarik. Dengan adanya acara ini menjadi tampak jelas karena susah dipaparkan oleh penulis dan ditambah pembedah.
“Tujuan awal kami memang penasaran akan Landasan pemikiraan beliau. Melalui acara bedah buku ini landasan pemikiran beliau dalam menulis buku ini cukup terjawab pada hari ini.“ ujarnya ketika ditemui seusai acara.
Ia juga menyatakan bahwa peserta acara Bedah Buku ini tidak dibatasi, bahkan sebelumnya telah menyebar sebanyak 300 undangan kepada beberapa professor, dosen, dan dekan. Nyatanya hanya beberapa dosen, satu dekan dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis, perwakilan Ormawa dan beberapa mahasiswa yang didominasi oleh FISIP sehingga peserta acaranya kurang dari seratus orang.
“Sebenarnya sudah mengundang beberapa professor, dosen dan dekan Nyatanya kebanyakan dari FISIP. Dan Alhamdulillah mereka dapat berhadir.” Tambahnya.
Dengan diadakannya acara ini ia juga berharap adanya suatu perubahan kepada Unlam kedepannya, serta mengharapkan perubahan yang positif.
Pemamaparan gagasan penulis disampaikan selama sepuluh menit dengan bumbu humor sehingga membuat audience tertawa dan suasana menjadi santai. Ketika pemaparan, Budi Suryadi menyatakan bahwa ia sudah memberi kode pada coverdengan Universitas Lambung Mangkurat dengan memberi tanda merah pada huruf awalnya. Maksudnya, ia menawarkan singkatan ULM sebagai saingan singkatan Unlam.
Ia juga menyatakan pada dalam kurun waktu dua tahun kedepan, ULM atau Unlam yang akan populer. Kenyataannya, setiap kali ada pertemuan dan memperkenalkan diri dari Unlam selalu saja dianggap dari Universitas Lampung, sedangkan Universitas Lampung sendiri adalah Unila. Selan itu, Unlam seringkali diplesetkan menjadi Universitas Lambat Maju.
“Di buku itu gagasan penulis yg ingin ditawarkan kepada masyarakat kampus Unlam agak bagus memang. Berharap secara positif saja. Bahwa gagasan-gagasan itu dapat diterima. Misalnya salah satunya tentang singkatan. Biar nanti warga Unlam yang memilih mana yang mau digunakan apakah ULM atau Unlam. Jadi nanti dua itu bisa saja digunakan, jadi secara resmi Unlam, secara resmi ULM sampai nanti warga merasa bahwa singkatan itu diterima secara total.” Ujar beliau ketika ditemui tim redaksi di akhir acara.
Jika dirunut gagasan itu juga dipacu pengalaman penulis menjadi dua tim seleksa dan statuta di Unlam sehingga buku ini dibuat dan ditawarkan. Menurut pendapatnya, Unlam saat ini sedang berada dalam posisi titik balik, karena sejak tahun 1995 akan keluar SOTK yang baru. Di dalam SOTK yang baru ada lembaga-lembaga baru yang bisa mendorong Unlam seperti universitas-universitas lainnya. Seperti di Unair yang mengubah senatnya menjadi Badan Pengembangan Fakultas. Sehingga tidak menggunakan kata senat karena senat rentan ribut. Dengan demikian, apabila dijalankan nilai-nilainya Unlam akan maju.
“Saya sangat mengharapkan kedepannya Unlam itu maju. Mengapa juga judul itu disebut Universitas Lakas Maju, biar ucapan itu nanti jadi doa setiap mahasiswa yang mengucapkan itu.” Tutupnya.
Rektor Unlam Prof. Sutarto Hadi dalam sambutannya menyatakan merasa sangat bahagia karena ada dosen yang sangat peduli kepada Unlam dengan menulis dan mempublikasikan bukunya.
“Hari ini kita merasa sangat bahagia karena pertama ada dosen yang sangat peduli dengan Unlam kemudian beliau menulis dan melahirkan buku ini. Buku kecil, sederhana tapi berisi pemikiran-pemikiran kritis, juga ada kritik kepada Unlam yang usianya sudah 58 tahun. “ ujarnya.
Di usia yang sudah tua sekali seharusnya Unlam sudah melangkah jauh. Namun, Unlam masih begini-begini saja dibandingkan perguruan tinggi negeri yang usianya sama tuanya dengan Unlam.
Ia membandingkan jumlah guru besar di Universitas Hasanudin hampir 400 orang, sedangkan di Unlam saat ini guru besar yang aktif hanya 28. Itupun ada beberapa Beberapa fakultas yang masih belum memliki guru besar, meski ada tapi malah sudah pensiun seperti di FISIP.
Menurutnya, banyak sekali permasalahan-permasalahan di internal Unlam seperti kurang bagusnya pola pikir para decision maker. Contohnya sulitnya perizinan para dosen untuk melanjutkan studi oleh ketuanya.. Sehingga perlu adanya perbaikan mindset terutama para senior yang berada dalam posisi strategis. Selain itu ada juga komitmen orang-orang yang sudah disekolahkan ke luar negeri namun tidak kembali lagi ke Unlam.
Saat ini mulai ada perubahan-perubahan positif di Unlam. Seperti adanya lompatan jumlah doktor dibandingkan tahun 2010 diantara 1050 dosen Unlam dengan tambahan dosen baru yang akan segera keluar SK nya menjadi 1070 dosen. Jumlah doktor baru saat ini sebanyak 192 orang, belum sampai 20 % dari jumlah dosen. Namun, Unlam sangat bersyukur karena telah terjadi lompatan besar dari tahun 2010 yang hanya mempunyai 87 doktor.
“Insya allah kita terus berupaya agar Unlam ini terakreditasi A kedepannya dan Universitas kita lakas maju seperti kata Pak Budi. Jangan sampai ada lagi sebutan-sebutan Unlam Lambat Maju, seharusnya kita bangga menjadi bagian dari civitas akademika Unlam” ujarnya.
Pada sesi tanggapan, Suriansyah, dosen FISIP Ilmu Pemerintahan mengemukakan tanggapannya terkait buku Universitas Lambung Mangkurat Universitas Lakas Maju bahwa bukan hanya soal singkatan, kalau perlu harus dikaji ulang siapa sebenarnya Lambung Mangkurat. Ketika menjadi patih, seperti apa sebenarnya apakah membawa kemakmuran, keadilan atau tidak. Kita harus jujur, siapa Lambung Mangkurat sebenarnya kalau tidak ada yang perlu diteladani lebih baik kita ganti.
“Singkatan-singkatan Unlam yang diplesetkan tidak baik sebenarnya refleksi dari kekecewaan masyarakat yang meninginkan Unlam lebih baik dari saat ini. Yang saya tahu buku ini adalah refleksi kegundahan penulis yang belum terungkap semua.” Tambahnya.
Pendapat Suriansyah juga didukung oleh Bahruddin. Ia mengajukan nama-nama Hasan Basri, atau Nortanio, Muhammad Nur yang sudah nyata keteladannya. Ia juga menyatakan kegelisahannya selama menjadi bagian dari Unlam, karena dari tahun ke tahun Unlam tidak begitu terlihat perkembangannya. Sehingga diperlukan adanya sinergisitas dan kekeluargaan antar organ di Unlam.
Rahimullah , Mahasiswa Ilmu Pemerintahan FISIP mewakili mahasiswa FISIP sangat mengapresiasi atas gagasannya, namun alangkah elegannya buku yang ada dapat dibarengi penulis dengan tindakan yang dapat mendorong Unlam lakas maju.
Acara ini selesai pada pukul 17. 20 WITA yang diakhiri dengan penandatanganan buku dan dilanjutkan dengan foto bersama. (Nd)