Desa Sapala merupakan salah satu desa yang memiliki penduduk terpadat di Kecamatan Paminggir, Hulu Sungai Utara, Kalimantan Selatan. Desa yang harus ditempuh dengan waktu kurang lebih delapan jam dari Banjarmasin ini disinyalir menjadi desa yang tertinggal, hingga akhirnya menggerakan hati para mahasiswa, anggota Unit Kegiatan Mahasiswa Lembaga Advokasi dan Aksi Mahasiswa (UKM LA2M) Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin membuat sebuah kegiatan bina desa di Desa Sapala. Kegiatan ini bertujuan untuk membantu jalannya perkembangan desa Sapala agar menjadi desa yang lebih maju.
Kegiatan yang telah berjalan selama kurang lebih 4 tahun ini telah menjadi bagian penting dari UKM LA2M. Kegiatan bina desa ini dilakukan 10 hari pada setiap tahun dan di tahun ke empat yang jatuh di tahun ini akan menjadi tahun penutup untuk kegiatan bina desa di desa Sapala ini.
“Biasanya, selama 10 hari kami berada disana kami melakukan kegiatan rutin seperti silaturahmi dengan warga desa, mengadakan kegiatan sosialisasi, mengajar anak-anak yang di sana, ya seperti itu,” ujar Nonny Vithaloka ketika diwawancarai Jumat sore (5/5) di Sekretariat LA2M.
Desa Sapala merupakan desa kedua yang telah dibina oleh UKM LA2M. Sebelumnya UKM ini sudah membina desa Rantau Bujur yang terletak di Kabupaten Banjar.
“Kami melakukan pembinaan desa dengan berbagai macam aspek, yaitu aspek pendidikan, aspek ekonomi, aspek budaya, juga sarana prasarana. Contohnya ketika membuat keramba, dalam sisi perekonomian masyarakat, sosialisasi dalam bidang budaya, terkadang juga kami melakukan penyuluhan ke setiap sekolah untuk bidang pendidikan,” tambah Ryan Sabana Putra salah satu anggota LA2M.
Hanya saja kendala yang dihadapi oleh anggota LA2M adalah dibidang kesehatan. Mereka masih merasa kurang mendapat dukungan, karena kurangnya anggota yang bisa membantu dalam bidang layanan kesehatan.
“Untuk teman-teman mahasiswa yang mau ikut berpartisipasi silahkan kalau mau menjadi volunteer, bagi yang ingin menyalurkan ide kami juga menampung. Untuk mahasiswa-mahasiswa kedokteran yang ingin melakukan sosialisasi di sana silahkan, kami senang, karena itu merupakan bantuan untuk kami,” timpal laki-laki yang biasa di panggil Bana itu lagi.
Kegiatan yang dilakukan setiap tahun ini memiliki tahapan-tahapan yang harus dilaksanakan. Biasanya ditahun pertama itu pembukaan, tahun kedua dan ketiga itu pembenahan dan tahun keempat itu penutupan.
Menurut mereka, kesulitan biasanya terjadi di tahun-tahun pertama pembangunan desa, karena mereka harus mendalami segala sesuatu yang ada di desa tersebut, bagaimana bersosialisasi dengan warga desa dan yang paling penting untuk mendapat kepercayaan dari masyarakat desa itu sendiri.
“Alhamdulillah, telah ada dua desa yang kami bina selama ini, partisipasi masyarakat cukup besar untuk ikut dalam kegiatan yang kami buat, mereka memberikan reaksi yang sangat positif,” tutur Bana.
Kepercayaan masyarakat menjadi faktor utama keberhasilan kegiatan ini. Penutupan di desa Sapala tahun ini tidak berarti menutup kegiatan bina desa yang dilakukan LA2M. Ini akan menjadi pintu gerbang yang baru bagi anggota LA2M untuk kembali membuka kegiatan bina desa di desa lainnya.
“Kegiatan yang biasanya dilaksanakan ketika libur panjang ini juga merupakan suatu pengabdian kepada masyarakat. Kami sebenarnya hanya ingin mengajak teman-teman semua untuk lebih peduli dan sadar pada lingkungan sekitar, ikut berkontribusi untuk masyarakat dan daerahnya. Kami berharap mahasiswa bisa melihat, masih banyak adik-adik kita yang sekolah hanya sampai Sekolah Dasar atau Sekolah Menengah Pertama saja, semoga teman-teman terbuka hatinya untuk kerja sama membantu adik-adik kita ini agar bisa berkembang meskipun pada awalnya hanya ‘sekolah duduk’ seperti itu,” tutur Bana dan Nonny di akhir wawancara. (AA)