Empat mahasiswa umum mendatangi sekretariat LPM Kinday di tengah kisruhnya Pemilihan Umum Mahasiswa (Pemiluma) Ketua BEM dan Anggota DPM Universitas Lambung Mangkurat (ULM) tahun 2017. Keempat mahasiswa itu adalah Edo (Fakultas Teknik), Candra Maulana (FKIP), Roni Wahdi (FISIP), dan Rizal Nazwari (FISIP).
Sebagai mahasiswa, mereka sadar bahwa Pemiluma adalah ajang pesta demokrasi di mana setiap mahasiswa sebagai warga intelektual kampus berhak dan berkesempatan untuk berpartisipasi. Sayangnya, pada pemiluma tahun ini banyak sekali rangkaian kegiatan yang menimbulkan ketidakpuasan dari berbagai pihak. Diantaranya sosialisasi dan publikasi kegiatan Pemiluma yang dianggap tidak menyentuh mahasiswa, seleksi administratif dan verifikasi yang dianggap inkonsisten, dan pihak penyelenggara yang dianggap kurang mumpuni dalam memahami tugas dan wewenangnya.
Serangkaian kegiatan Pemiluma itu adalah tanggung jawab KPUM sebagai pihak penyelenggara.
Kepada LPM kinday mereka membeberkan temuan-temuan yang mereka anggap sebagai kelalaian KPUM dalam menjalankan amanah sebagai penyelenggara Pemiluma. Sudah berkali-kali mereka berdiskusi dengan KPUM maupun Bawaslu, tetapi mereka belum mendapatkan jawaban yang memuaskan. Bahkan, mereka menilai KPUM terkesan antikritik atas statement mereka dalam berita yang dirilis LPM Kinday pada Selasa lalu (5/12/2017).
Minim sosialisasi
Mengatasnamakan sebagai mahasiswa umum maupun dari salah satu tim sukses pasangan calon, Edo dan Roni Wahdi merasa sosialisasi KPUM sangat minim dan tidak menyentuh mahasiswa. Dari hasil klarifikasi mereka, KPUM akan lebih banyak melakukan sosialisasi via media sosial dan berkoordinasi dengan BEM-BEM Fakultas.
“Akan tetapi, ketika dilihat dari media (instagram, red.) pengikutnya sangat sedikit, yaitu 0,1 % dari jumlah mahasiswa Unlam”, ungkap Rizal (7/12).
Ketika dicek, pengikut Official Account KPUM memang hanya diikuti oleh 284 dibanding jumlah mahasiswa ULM yang ribuan.
“Bahkan ketika sampai di fakultas hukum untuk sosialisasi, mereka tidak tahu apa yang harus mereka sampaikan,” lanjutnya.
Inkonsistensi terhadap aturan
Ketidakpuasan lain yang dirasakan mereka adalah tentang inkonsistensi KPUM dalam menerapkan aturan yang mereka buat sendiri. Salah satu persyaratan mencalonkan Ketua BEM adalah menyerahkan SKCK, padahal setelah mereka teliti tidak ada di AD/ART.
“Kebetulan saya kemarin merupakan tim sukses salah satu calon, SKCK bisa diganti menjadi SKKB dari fakultas, tapi di pihak calon lain SKCK diwajibkan. Setelah kami bertemu KPU, katanya sifat SKKB hanya sementara sampai SKCK selesai dibuat, yang mana yang benar?” tutur Edo.
Ketika mendatangi KPUM, mereka mengaku melihat sendiri berkas-berkas calon tidak ada yang melengkapi SKCK.
Mereka juga membeberkan hasil temuan berupa masalah surat pernyataan pengunduran diri dari jabatan komponen UKM ULM yang tidak disertai surat keterangan resmi dari organisasi bersangkutan.
Satu hal yang membuat mereka terkejut yaitu pada saat verifikasi, KPU tidak mengundang Bawaslu, karena mengaku waktu tim verifikasi sangat singkat.
Tim yang masih prematur
Dari segi keanggotaan, ia menyayangkan KPUM dibentuk dari angkatan baru yang masih minim pengalaman. “ Ketua KPUM masih angkatan 2016, katanya pernah dipilih sebagai ketua KPU di provinsi dan tidak pernah mengikuti organisasi internal ULM, otomatis dia tidak tahu bagaimana organisasi di kampus,” beber Chandra.
Ketidaktahuan Ketua KPUM akan berdampak pada kinerja anggota dan anggota bingung apa yang harus dikerjakan. “Katanya saat kemarin ingin bersosialisasi di FH, KPUM malah bingung ingin melakukan apa”, tambahnya.
Hal senada juga disampaikan Edo, ia menilai KPUM tidak dewasa dalam memfasilitasi pertanyaan dan keingintahuan dari mahasiswa. “Komponen ketua seakan tidak tahu tentang mekanisme dan melempar tanggung jawab, KPU melempar ke Bawaslu dan sebaliknya”, terang Edo.
Dari segala pertanyaan yang disampaikan Edo, ia merasa tidak mendapat jawaban yang memuaskan karena mereka berdalih dan tidak tahu menahu. Ia berkesimpulan, KPUM dalam hal apapun dianggap belum siap untuk menjabat, baik secara mental, pengalaman, maupun penerapan.
Masukan untuk KPUM dan Bawaslu
Aldi Farisaldi, Calon Ketua BEM nomor urut 1 juga merasakan ada kebingunan arah tujuan KPUM dan Bawaslu sebagai penyelenggaraan Pemiluma tahun ini. Ia melihat adanya hambatan sosialisasi dan promosi karena keterlambatan pencairan dana dari pihak rektorat.
Ia berpikir KPUM dan Bawaslu perlu diberikan masukan berupa arahan. “Agar tercipta penyelenggaran pemiluma yang sesuai dengan ekspektasi dan harapan warga ULM, untuk tercapainya demokrasi dalam rangka menyongsong pembaharuan,” ungkap Aldi. Kamis (7/12).
Asriansyah, Ketua DPM yang menaungi KPUM dan Bawaslu menilai bahwa KPUM sudah berjalan dengan seharusnya. “Cuma memang kurang sosialisasi dan pemberitaan ke publik, itu diakui KPUM sendiri, karena memang prematur ditambah ada masing-masing kesibukan anggota diluar tugas KPUM,” tanggap Asri terkait kendala-kendala KPUM.
DPM sendiri sudah memberikan masukan kepada KPUM, bahwa kalau ada masalah diverifikasi, dihentikan saja sementara untuk diselesaikan.
Jawaban dari KPUM
Dihubungi oleh LPM Kinday terkait gugatan yang dilayangkan oleh keempat mahasiswa di atas, Taufik Hidayat selaku Ketua KPUM mengklarifikasi bahwa apa yang dilakukan KPU memang sudah sesuai dengan AD/ART.
“Menganggapi keduanya, untuk semuanya telah berjalan sesuai dengan keinginan penyelenggara pemiluma berdasar pedoman yang kami miliki,” klarifikasinya via Line (8/12).
Ketika ditanya terkait permasalahan verifikasi dan tim KPUM yang dianggap prematur, Taufik masih belum memberikan jawaban lebih lanjut.
Saat ini, LPM Kinday masih belum berhasil menghubungi Novi Listiana, Bidang Hukum KPUM untuk mengklarifikasi terkait permasalahan seleksi administrasi ketika penjaringan bakal calon.
Penulis: Siti Nurdianti
Editor: Eka Fauzia
Foto: Google