Aji Setiono biasa dipanggil Aji oleh teman-temannya. Pria berkelahiran Jorong, 10 Januari 1997 itu merupakan anak pertama dari tiga bersaudara. Menamatkan sekolah dasar hingga SMA di kota kelahiran, kini Aji menjalani semester ketujuh di program studi Ilmu Hukum FH ULM.
Calon ketua BEM ULM nomor urut 3 itu termotivasi untuk mencalonkan diri karena merasa marwah (harga diri, red.) BEM dan ULM sekarang sudah tidak sebesar dulu. Dirinya tidak bermaksud mendikreditkan BEM yang sekarang maupun yang telah lalu, tetapi Aji merasa bahwa dari sisi pergerakan mahasiswa, BEM terlihat pasif.
Hal tersebut berangkat dari pengalamannya saat mengikuti demo yang melibatkan BEM se-Kalimantan. Saat itu ia merasa miris karena partisipasi mahasiswa ULM sangat minim.
“Pernah waktu itu kita demo atas nama BEM se-Kalimantan, dan total mahasiswa yang hadir cuma 50 orang. Bayangkan, massa dari ULM di sana paling berapa? Tidak sampai 20 saat itu, artinya anggota BEM tidak semua berhadir,” keluhnya, Jumat (07/12/2018).
Aji juga ingin meningkatkan orientasi BEM terutama dari sisi pergerakan mahasiswa. Baginya, pergerakan mahasiswa tidak harus selalu demo atau orasi di depan publik, tetapi bisa juga kegiatan sosial dan aksi-aksi yang terkait dengan kemanusiaan.
Salah satu program kerja yang ia tawarkan bertajuk Satu Juta Kertas untuk Dhuafa. Pemuda penyuka sepak bola itu menjelaskan bahwa apabila nanti dirinya terpilih, kertas-kertas yang tidak terpakai dari seluruh fakultas akan dikumpulkan kemudian dijual.
Menurutnya, kertas-kertas yang tidak terpakai oleh para mahasiswa pastilah banyak. Terutama bekas menyusun skripsi atau pembuatan makalah. Aji dengan bangga mengatakan bahwa program ini adalah yang pertama di ULM.
“Nanti kita akan keliling-keliling ke setiap fakultas, mengumpulkan kertas yang sudah tidak terpakai terus dijual. Nah, uang hasilnya itu nanti dibelikan sepatu, tas sekolah, buku, pokoknya kebutuhan lain buat anak-anak kurang mampu, dan sebelumnya program seperti ini belum pernah ada di kampus ULM, belum pernah sama sekali,” jelasnya.
Raut wajahnya yang ramah seketika murung ketika ditanya perihal program kerja yang berkenaan dengan penurunan UKT. Sembari berdeham, Aji mengaku program tersebut lahir dari pengalamannya di masa lalu.
Dengan gamblang Aji mengatakan prosedural yang diberikan pihak birokrasi terkait pengajuan penurunan UKT tidaklah mudah. Ia menceritakan dulu dirinya harus melapor ke sini, mengurus hal ini, serta berbagai prosedur lain yang akhirnya membuat Aji batal mengajukan penurunan UKT.
“Apalagi waktu itu aku masih semester satu atau semester dua, masih mahasiswa biasa. Tidak tahu mau mengadu ke mana, mau minta tolong ke siapa,” paparnya.
Aji yang pernah menjadi bagian dari kepengurusan BEM FH menganggap salah satu hal yang ia senangi saat mencalonkan diri kali ini adalah menjalin keakraban dengan kawan-kawan. Tidak hanya itu, setiap tiga hari sekali ia akan berangkat ke Banjarbaru karena tidak ingin hanya terfokus pada mahasiswa di Banjarmasin.
“Saya ingin merangkul mahasiswa di Banjarbaru, dan itu menjadi tanda keseriusan saya dan wakil dalam pemilihan kali ini,” tegasnya.
Penulis: Rika Rianti, Nur Anggia Febrina