Karya : Dilla Shezza
Apakah kau tahu bagaimana rasanya menjadi saksi mata dari sebuah kasus kriminal?
Kalau tidak, biarkan aku membagikan cerita ini pada kalian. Bersiaplah, beranikan diri kalian saat membacanya.
Namaku Ferris Nestor, seorang mahasiswa. Sekilas, tak ada hal yang menarik dariku. Aku hanya pemuda biasa, dengan keseharian yang juga biasa saja. Hariku diisi dengan kuliah, kadang ada kegiatan organisasi, dan sesekali aku juga pergi ke rumah atau indekos teman-temanku untuk mengerjakan tugas atau hanya sekadar bersantai.
Seperti yang kulakukan malam ini. Aku baru saja kembali dari indekos temanku yang letaknya tidak jauh dari indekosku. Karena itulah, aku hanya pergi dengan berjalan kaki.
Saat aku memutuskan untuk pulang, harinya sudah cukup larut. Gang tempatku tinggal cukup gelap, walau setiap beberapa meter akan ada lampu di kiri dan kanan jalan.
Tapi, keadaan gang yang sepi membuat suasananya jadi sedikit mencekam. Suasana tersebut membuatku seketika menjadi paranoid. Bukan hanya sekali saja aku menoleh ke belakang, kalau-kalau ada seseorang yang mengikutiku.
Telingaku juga sepertinya menjadi lebih tajam di tengah pencahayaan yang remang tersebut. Aku bisa mendengar beberapa suara hewan nokturnal yang mulai melantunkan simfoni malam mereka. Jika saja tidak dalam perjalanan, aku pasti akan menikmati lantunan suara dari para jangkrik yang kudengarkan malam ini.
Hanya butuh tiga menit untuk bisa mencapai indekosku. Sebelum akhirnya aku bisa mendengar suara gemeresik daun, yang terdengar cukup berisik.
Saat itu aku sadar bahwa aku sudah berada di dekat sebuah taman yang tidak terurus. Di sana ada banyak sekali semak belukar dan tumpukan daun kering yang jatuh dari pepohonan.
Penasaran, aku berusaha untuk mendekati taman itu. Semakin lama, bisa kudengar kalau suara gemeresik daun tersebut semakin nyaring, seperti seseorang sengaja membuat keributan untuk menarik perhatian orang lain.
Atau memang orang yang membuat keributan ini butuh pertolongan?
Kini aku sudah berada di taman tersebut. Aku berusaha untuk bergerak dengan sangat hati-hati agar tidak menimbulkan bunyi yang mencurigakan. Dan tentunya aku bersembunyi di balik semak-semak yang ada, karena tidak ingin terlihat oleh orang lain.
Semakin lama aku semakin menjelajah ke dalam taman tersebut. Hingga akhirnya terdengar sebuah teriakan memilukan yang kedengarannya tak jauh dari tempatku berada.
Aku menuju ke asal suara itu, dan terkejut atas apa saja yang baru kulihat dengan mata dan kepalaku sendiri.
Di sana ada seorang pria yang tersungkur di lantai, dengan lengannya yang bercucuran darah, sehingga menodai pakaiannya yang juga bernoda lumpur. Di matanya dapat kulihat guratan kekhawatiran akan sebuah bayangan gelap yang ada di depannya.
Sang pria menoleh ke berbagai arah, dan akhirnya dia bertemu pandang denganku. Aku bisa melihat sorot ketakutan di wajahnya. Dia menggeleng kepadaku, lalu kembali melihat ke arah penyerangnya. Aku tidak mengerti apa yang dia maksud. Apakah dia memintaku untuk tetap diam? Aku tidak tahu.
Bayangan gelap tersebut rupanya membawa sesuatu yang mirip dengan pisau bermata dua. Bayangannya semakin mengecil, tanda bahwa dia semakin mendekat dengan mangsanya.
Tak lama setelahnya, aku bisa melihat bayangan tersebut menghilang. Pemiliknya adalah seorang pria dengan rambut panjang sebahu, dan pakaian berwarna gelap. Dia memegang sebuah pisau bermata dua, dan menghunuskannya ke arah pria yang kini tak berdaya di tanah itu.
Tidak… Pria itu dalam bahaya!
Tapi aku tidak bisa menolongnya. Kalaupun nekat, aku pasti akan terluka. Dan aku tidak bisa mencari bantuan sekarang, karena jalanan sangat sepi dan aku tidak yakin akan ada bisa menolongku.
Jadi, aku terdiam di sana. Mendengarkan teriakan pilu si pria ketika pisau menyentuh kulitnya. Aku harus menahan diriku agar tidak segera menerjangnya, dan membahayakan hidupku, juga pria tersebut.
Penyerangnya menusuk sang korban tanpa ampun dengan senjatanya. Dia tidak mempedulikan jeritan kesakitan korban, dan terus saja dia menusukkan pisau tersebut. Bisa kulihat dari profil wajahnya bahwa dia tersenyum saat melakukan aksi tersebut.
Darah bercucuran ke mana-mana. Di tubuh korban, di tanah, bahkan sampai ke wajah si penyerang. Dan aku tidak bergerak sedikitpun. Hanya bisa mengamati hal mengerikan apa yang baru saja terjadi di hadapanku.
Aku berusaha untuk melihat lebih jelas lagi, jadi kutinggikan sedikit kepalaku, mengintip bagaimana keadaan si korban. Bisa kulihat kini kalau korban sudah tergeletak tak berdaya di tanah, sementara itu si pelaku kini memainkan pisaunya di kulit korban.
Tiba-tiba, si pelaku menoleh, dan pandangan matanya menuju ke tempat persembunyianku. Tatapan mataku bertemu dengannya, dan kami bertatapan selama beberapa detik, hingga akhirnya dia memberikan sebuah senyum mengerikan padaku.
Hal itu seketika membuat darahku membeku. Apakah dia melihatku? Apa dia akan segera mendatangiku dan memperlakukanku sama seperti pria malang itu?
Aku sudah bersiap untuk kabur, tapi si pelaku mengalihkan pandangannya kembali pada si korban. Dia sepertinya masih ingin melanjutkan pembantaiannya pada korban yang sudah tak berdaya itu.
Saat itulah, aku melihat kesempatanku untuk kabur. Dengan perlahan, aku mundur dan mencari jalan keluar dari taman tersebut. Berharap bahwa aku tidak diikuti oleh siapapun, terutama oleh si pembunuh itu.
Setelah kembali sampai di jalanan, aku menoleh ke kiri dan kananku, memastikan bahwa tidak ada orang lain yang mengikutiku. Saat aku sudah yakin kalau keadaannya aman, aku langsung saja berlari ke indekos, dan mengunci pintunya setelah aku sampai di sana.
Aku menyandarkan diriku pada pintu, kemudian perlahan tubuhku merosot ke lantai. Kuusahakan untuk menormalkan pernapasanku, dan kutenangkan diriku.
Dia… Tidak melihatku kan? Kalau dia melihatku, pasti dia sudah menghabisiku. Dia pasti tidak ingin ada saksi mata atas apa yang dilakukannya, kan?
Kurasa, karena dia tidak mengejarku, pasti keadaanku aman saja. Dan dia tidak akan tahu ke mana aku lari. Jadi… Aku tidak perlu khawatir, sepertinya.
Setelah merasakan bahwa keadaanku terasa lebih baik, langsung saja aku menuju ke kasur dan memutuskan untuk tidur.
~~~~~
Pagi tiba dengan cepat, dan aku baru saja terbangun karena alarmku. Aku memutuskan untuk pergi mandi terlebih dahulu, saat aku melihat bahwa ada selembar kertas di lantai, tepat di depan pintu.
Aku mengambil kertas tersebut, dan alangkah terkejutnya aku saat melihat apa isi kertas tersebut. Sebuah pesan yang ditulis menggunakan darah dan digoreskan dengan jari. Di sana tertulis :
Aku melihatmu.
Pesan itu seketika membuatku merinding. Ini berarti, pembunuh yang semalam… Melihatku?
Aku tidak kaget karena dia melihatku. Yang membuatku kaget adalah, kenapa dia bisa tahu di mana aku berada? Bukannya kemarin dia tidak mengikutiku? Bagaimana bisa?
Aku tidak tahu apa yang dia lakukan, tapi hal ini cukup mengerikan.
Tapi aku berusaha mengabaikannya. Aku membuang kertas tersebut dan melakukan hal yang sebelumnya ingin kulakukan.
Hariku di kampus berjalan sebagaimana normalnya. Tapi jujur, sedikit banyak surat itu menggangguku. Aku bahkan tidak tahu siapa pembunuh itu, tapi kenapa dia bisa tahu di mana aku berada? Hal ini membuatku bingung.
Berbagai kemungkinan berkelebat di pikiranku. Aku bahkan mulai berpikir kalau bisa saja pria itu mengenalku. Atau bahkan berbagai kemungkinan buruk bisa terjadi padaku. Karena kalau dia bisa melakukan sesuatu yang seperti itu, bukan berarti dia tidak bisa melakukan hal yang lainnya.
Tapi kurasa, aku hanya terlalu paranoid atas apa yang terjadi, iya kan?
Saat kukira semuanya baik-baik saja, keesokan harinya aku mendapatkan surat yang sama di bawah pintu indekosku. Jelas ini bukan pertanda yang baik.
Aku kembali mengabaikannya, tapi surat itu terus datang setiap harinya, bahkan ketika aku baru tidur saat dini hari. Akan tetapi aku tidak mendengar adanya tanda-tanda seseorang berada di depan pintu indekosku.
Semakin hari, aku merasa semakin ganjil, dan hal itu jelas membuatku merasa tertekan. Aku tidak bisa mengetahui di mana keberadaannya, tapi seolah dia bisa mengetahui di mana keberadaanku. Hal itu sedikit banyak cukup menakutkan.
Bahkan akhir-akhir ini aku merasa diikuti oleh seseorang setiap kali pulang dari kampus. Aku tidak pernah mengetahui siapa orangnya, tetapi aku rasa itu bisa jadi adalah si pembunuh waktu itu.
Aku sudah berusaha untuk tidak peduli pada hal ini, tapi semakin hari aku merasa kalau kini hidupku tidaklah aman lagi. Aku harus bisa menghindari ancaman dari orang yang bahkan aku tidak tahu siapa karena melihatnya membantai seseorang di suatu malam.
Tapi kalau dipikir, aku memang menyimpan sebuah informasi yang cukup berharga tentang apa yang dilakukannya. Tak heran dia sengaja membuatku merasa terancam, karena kalau aku sampai buka mulut, dia pasti akan menghadapi masalah besar.
Masalahnya, aku jelas tidak ingin menghabiskan sisa hidupku dengan cara yang seperti ini. Itu tidak akan menyenangkan.
Hingga akhirnya, kuputuskan untuk menceritakannya pada seorang temanku di kampus, untuk meminta sarannya. Seperti yang bisa kuduga, dia menyarankan untuk melaporkan semuanya pada polisi. Dan jujur saja, aku setuju, tapi selama ini aku tidak melakukannya karena khawatir kalau dia akan mengetahui apa yang kulakukan.
Tapi seharusnya aku tidak perlu takut. Jadi kuputuskan, kalau aku akan melaporkannya. Aku langsung melakukannya sepulang dari kampus, dan laporanku diterima dengan baik.
Aku merasa sangat lega setelah melaporkannya. Seolah beban berat yang ada di bahuku diangkat begitu saja. Semuanya terasa ringan.
Kurasa hal itu juga membawa hal yang baik untukku. Selama seminggu setelahnya, surat itu berhenti datang padaku, dan aku tidak bisa merasakan adanya penguntit yang mengikutiku. Aku bisa kembali menjalani hidupku dengan tenang.
Bahkan kini aku tidak khawatir lagi untuk pulang larut, seperti yang kulakukan malam ini. Aku baru saja kembali dari indekos temanku setelah mengerjakan tugas, dan aku melewati jalan yang sama, tapi kini aku lebih tenang, karena aku tahu tidak akan ada hal buruk yang terjadi padaku.
Tapi sepertinya aku salah sangka kali ini.
Karena tiba-tiba saja, saat aku sudah ada di dekat taman yang terbengkalai, aku bisa merasakan bahwa seseorang menarik lenganku, dan dia juga menutupi mulutku dengan tangan yang lainnya.
Aku berusaha untuk berontak, dan saat aku menoleh, bisa kulihat ada seorang pria di belakangku.
Pria yang sama dengan yang kulihat di hari itu. Dengan rambutnya yang panjang sebahu dan pakaiannya yang gelap. Dia tersenyum kepadaku, dan seketika bulu kudukku berdiri.
Aku ingin berteriak, tapi dia keburu menutup mulutku. Dia menyeretku ke dalam taman, ke sudut gelap yang ada di sana. Sesampainya di sana, aku dilepaskan, dan aku berusaha untuk lari. Tapi dia melemparkan sebuah pisau sehingga menggores kakiku. Luka tersebut langsung membuatku terjatuh ke tanah, dan yang aku bisa hanyalah terus mundur, sambil menepis dedaunan kering yang ada di tanah.
Kini aku sudah mulai terpojok, dan si pembunuh mulai memainkan senjatanya. Dia juga menampar dan menendangku beberapa kali.
“Ini akibat yang kamu dapatkan jika kamu suka mengintip…” ujar si pria, dengan suara paraunya yang mengerikan.
Dia menendangku sekali lagi, membuatku semakin tersuruk ke tanah. Aku melirik ke arah semak-semak yang ada di sekitarku. Dan aku bisa melihat sepasang mata.
Seseorang ada di balik semak-semak!
Aku kembali mengingat apa yang terjadi malam itu. Dan aku ingat kalau… Korban saat itu menggeleng padaku. Apakah dia berusaha memberi tahuku bahwa aku harus pergi?
Kalau memang benar begitu, berarti… Apakah dia juga mengalami nasib yang sama sebelum akhirnya berakhir di taman ini?
Dan apakah ini cara si pembunuh untuk menarik korbannya? Dengan cara membuat mereka melihat semuanya, menghantui hidup para saksi mata, dan saat dia sudah merasa kalau hidupnya aman, dia melakukan aksinya?
Aku kembali menoleh ke arah semak tersebut. Orang itu masih ada di balik semak. Aku harus membuatnya pergi, sebelum pria ini melihatnya.
Kukibaskan tanganku, mengisyaratkan kalau dia harus pergi. Aku juga membisikkan kata ‘pergi dari sini’ padanya. Aku tidak tahu apakah dia menerima pesanku atau tidak.
Karena setelahnya, yang kulakukan adalah mengeluarkan jeritan pilu. Sepertinya aku terlalu asyik memberi peringatan kepada orang tersebut, sehingga aku hampir lupa dengan si pembunuh. Yang kurasakan berikutnya adalah sebuah tusukan di tubuhku. Lalu satu lagi, dan lagi, dan lagi.
Aku tidak akan tahu bagaimana nasib orang yang berada di balik semak itu, tapi kuharap dia tidak akan bernasib sama sepertiku.
~~~~~