LPM Kinday

Kabar Kampus Universitas Lambung Mangkurat

AKSI SOLIDARITAS ATAS KEJANGGALAN PROSES PENEGAKAN HUKUM KASUS KEKERASAN SEKSUAL DVPS BERSAMA BEM FH ULM

Persmakinday– Sejumlah mahasiswa yang berasal dari BEM FH ULM, beserta rekan-rekan mahasiswa yang berasal dari Kampus ULM dan beberapa Kampus lain, melakukan aksi Solidaritas atas kejanggalan proses penegakan hukum kasus kekerasan seksual DVPS oleh seorang ‘OKNUM’ kepolisian sebagai bentuk pengawalan Kejanggalan Proses Penegakan Hukum Kasus Kekerasan Seksual Terhadap DVPS pada Kamis (27/1) . Titik kumpul aksi tersebut di 0 KM Siring Banjarmasin dan titik aksinya berada di Kejaksaan Tinggi Kalimantan Selatan. Melalui aksi ini, mahasiswa menyampaikan 3 tuntutan atas kejanggalan dalam pengadilan kasus tersebut.

Tiga Tuntutan

1. Meminta keterbukaan kepada JPU atas tuntutan perkara nomor 892/Pid.B/2021/PNBanjarmasin

2. Kenapa JPU meng-iyakan putusan 2,6 tahun?

3. Kenapa JPU meminta banding diluar masa waktu tenggat (lebih dari 7 hari)

Andika, Mahasiswa Fakultas Hukum ULM yang merupakan Ketua BEM FH ULM menyampaikan bahwa, “Fakultas Hukum, terutama BEM FH ULM berkomitmen mengawal kasus ini sampai tuntas. Korban (DVPS) sudah memberikan surat kuasa kepada BLM, sehingga apapun haknya sudah diupayakan oleh BLM. Jadi, kita, BEM FH ULM hanya bisa mengawal sampai kasus ini tuntas, terutama pemecatan oknum kepolisian”, ujarnya saat diwawancara oleh media.

Tanggapan Kapolres

Kapolres Kota Banjarmasin, saat berdialog dengan mahasiswa pada aksi solidaritas atas kejanggalan proses penegakan hukum kasus kekerasan seksual DVPS oleh seorang ‘OKNUM’ kepolisian tersebut, memberikan pernyataan bahwa pelaku telah dipecat atau diberhentikan secara tidak hormat, tinggal menunggu upacara PDTH (Pemberhentian Dengan Tidak Hormat) saja dan nantinya akan ada Surat Undangan resmi dari pihak Kepolisiaan untuk para mahasiswa.

Dalam aksi ini mahasiswa menginginkan agar JPU hadir secara langsung menemui mereka. Namun, pihak Kejati meminta agar hanya ada 10 orang mahasiswa yang masuk untuk bertemu langsung dengan JPU. Namun, mahasiswa tetap bersikukuh agar JPU bisa menemui mereka.

Upaya yang dilakukan oleh peserta Aksi akhirnya membuahkan hasil saat JPU (Jaksa Penuntut Umum) yang berdasarkan penuturan dari pihak Kejaksaan Tinggi bahwa JPU dalam kasus ini tengah diperiksa, akhirnya keluar menemui massa aksi setelah mendapat izin dari pemeriksa.

Saat berhadapan dengan mahasiswa, JPU menyampaikan jawaban atas 3 tuntutan yang dipertanyakan oleh mahasiswa. Akan tetapi, jawaban-jawaban dari Jaksa Penuntut Umum belum berhasil membuat mahasiswa puas dan malah menimbulkan pertanyaan baru dari mahasiswa. JPU yang merasa bahwa tuntutan yang semula berjumlah 3 menjadi kian banyak, akhirnya mencukupkan jawabannya dan kembali masuk ke dalam Kejaksaan Tinggi Kalimantan Selatan.

Hasil Audiensi Yang Disampaikan BEM FH ULM Dan BEM ULM

Tak puas dengan jawaban yang diberikan, Ketua BEM FH ULM dan Ketua dan juga Wakil Ketua BEM ULM. Selain itu, juga  ada beberapa mahasiswa lain, yang masuk ke dalam Kejaksaan Tinggi untuk menemui JPU tersebut lagi. Kemudian hasilnya ialah, mereka menemui beberapa fakta yang mereka dapatkan ketika melakukan audiensi di dalam Kejaksaan Tinggi, di antaranya :

1. Salah satu pertimbangan keringanan yang diberikan oleh JPU adalah adanya pengajuan surat permintaan maaf oleh istri pelaku yang ditandatangani langsung oleh korban (“memaafkan”).

2. Berdasarkan SOP dari kejaksaan itu sendiri bahwa 2,6 itu adalah sudah melebihi dari 2/3 hukuman 3,5.

Oleh karena itu, mereka merasa bahwa tujuan mereka datang hari ini telah tercapai.

“Ke depan, tugas dan tanggung jawab kami adalah tetap mengawal isu ini, agar kiranya isu-isu yang seperti ini tidak terjadi dikemudian hari”, ucap Ardhi, Ketua BEM ULM.

Penulis : Adinda Sadilla