
Banjarmasin, 21 Maret 2025 – Ribuan mahasiswa, aktivis, dan masyarakat sipil di Banjarmasin, Kalimantan Selatan, turun ke jalan dalam aksi demonstrasi menolak revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) yang telah disahkan DPR pada 20 Maret 2025. Revisi ini menuai kontroversi karena dinilai membuka kembali ruang bagi dwifungsi ABRI yang telah dihapus sejak reformasi 1998.
Aksi unjuk rasa yang dipimpin oleh Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) se-Kalimantan Selatan ini dipusatkan di depan Gedung DPRD Kalsel, yang dikenal sebagai Rumah Banjar. Para demonstran mengecam perluasan peran TNI dalam ranah sipil yang diatur dalam revisi tersebut, termasuk penambahan instansi sipil yang dapat diisi oleh prajurit aktif, perpanjangan usia pensiun anggota TNI, serta peningkatan peran TNI dalam operasi militer selain perang (OMSP).
Sejak pagi, mahasiswa telah berkumpul di berbagai titik sebelum bergerak menuju lokasi aksi. Setelah melaksanakan salat Jumat berjamaah, mereka menggelar orasi yang menuntut pencabutan revisi UU TNI dan transparansi dalam proses legislasi. Di media sosial, akun resmi @bemsekalsel menyerukan dukungan luas dari masyarakat. “Jaga kawan, jaga gerakan, dan teruslah melawan,” tulis mereka dalam unggahan video kampanye aksi.
Para demonstran menyoroti tiga poin utama yang dianggap bermasalah dalam revisi UU TNI:
- Potensi Kembalinya Dwifungsi ABRI – Perluasan peran militer dalam instansi sipil dikhawatirkan mengancam supremasi sipil.
- Kurangnya Transparansi – Proses pembahasan revisi dinilai minim partisipasi publik dan banyak dilakukan secara tertutup.
- Ancaman terhadap Demokrasi – Aturan baru ini dianggap berisiko meningkatkan represi terhadap kebebasan sipil dan memperlemah kontrol masyarakat terhadap militer.
Sejumlah akademisi dan aktivis HAM turut mengecam revisi ini. Direktur Eksekutif Amnesty Universitas Negeri Semarang, Raihan Muhammad, menilai kebijakan ini sebagai langkah mundur yang dapat membuka peluang penyalahgunaan kekuasaan dan pelanggaran hak asasi manusia.
Di tengah gelombang penolakan, ketua DPR Puan Maharani menegaskan bahwa revisi UU TNI tetap berlandaskan prinsip demokrasi dan supremasi sipil. “Kami berharap masyarakat memahami bahwa revisi ini bertujuan memperkuat peran TNI dalam menjaga kedaulatan negara tanpa mencampuri pemerintahan sipil,” ujarnya dalam konferensi pers usai pengesahan.
Sementara itu, Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin membantah anggapan bahwa revisi ini akan menghidupkan kembali peran politik bagi TNI. “TNI tetap profesional, tidak ada dwifungsi lagi. Reformasi militer tetap menjadi prioritas kami,” tegasnya.
Meskipun pemerintah dan DPR bersikeras bahwa revisi ini tidak bertentangan dengan prinsip demokrasi, aksi-aksi demonstrasi yang terus meluas menunjukkan bahwa ketidakpuasan publik masih tinggi. Dengan semakin besarnya gelombang protes di berbagai daerah, implementasi UU ini diperkirakan akan tetap menjadi sorotan utama dalam waktu mendatang.
Penulis: Risa Aulia
Redaktur: Laily Arista Rahmi