persmakinday.com – Agus Gazali Rahman, lahir di Marabahan, Kalimantan Selatan, 17 Agustus 1986. Kita lebih mengenalnya sebagai Chef Agus Sasirangan. Agus adalah seorang koki Indonesia yang mulai dikenal sebagai finalis Master Chef Indonesia Musim Pertama dan mendapat tempat kedua.
Sosok Agus mulai mengenal dunia kuliner sejak kelas 5 SD, setelah ibunya yang menjadi TKW dari Arab Saudi pulang dan membuka warung makanan khas Banjar. Agus banyak belajar dari ibunya mengenai resep dan teknik dalam memasak.
Setelah lulus SMA, Agus mendapat beasiswa ke Universitas Negeri Malang. Setelah lulus kuliah, Agus berangkat dari Banjarmasin ke Surabaya untuk mengikuti Master Chef Indonesia.
Selain berprofesi sebagai chef, Agus juga merupakan seorang guru di SMK Negeri 4 Banjarmasin. Kini ia didapuk menjadi brand ambassador pertama Pizza Hut Indonesia.
Dalam suatu kesempatan, kami melakukan wawancara eksklusif dengan sosok inspiratif Agus Sasirangan. Berikut wawancaranya.
Berbicara tentang masakan, makanan, dan restoran. Awalnya kenapa Kak Agus tertarik dengan dunia masak?
“Sebetulnya cita-cita bukan ingin menjadi chef, awalnya ingin menjadi seorang pilot. Karena berpikir bisa keliling Indonesia, juga dunia. Kelas 2 SD, Kebetulan Ibu saya buka warung masakan Banjar. Dari situ kita itu hidup di lingkungan keluarga yang memang bekerja di bidang kuliner. Jadi, mau tidak mau kita harus membantu bekerja di dapur, melayani tamu.”
“Saat Ibu saya menjadi TKW, saya belajar memasak di dapur dan passion memasak mulai muncul dari kelas 2 SD. Dulu melihat tayangan televisi banyak chef yang masak sambil atraksi. Dari sana terinspirasi untuk bisa jadi chef apalagi juga tampil di televisi.”
Kata Kak Agus memasak memang dari kecil. Kalau sekarang apakah masih hobi atau karena tuntutan pekerjaan?
“Memasak sudah menjadi passion, sudah menjadi suatu kecintaan. Jadi, sama istilahnya ketika teman-teman punya kesukaan menyanyi, olahraga, main musik.”
“Bagi saya, memasak sudah menjadi rutinitas. Bonusnya adalah ketika saya suka memasak, kemudian saya lanjutkan dengan menempuh pendidikan yang memang sejalan dengan hal tersebut.”
“Berlanjut dengan kompetisi memasak, dan pada 2011 ikut Master Chef Indonesia lalu keluar sebagai juara 2. Setelah itu membuka jalan-jalan yang lain. Saya bisa menulis buku, punya rumah makan. Kemudian membawakan program TV dengan tema kuliner. Ternyata luar biasa profesi sebagai chef itu karena tidak hanya bisa berada di dapur saja.”
“Sekarang justru anak SD saja kalau ditanya cita-cita sudah banyak yang ingin menjadi chef. Artinya, sekarang memasak itu lebar sekali, tidak hanya dengan punya rumah makan. Akan tetapi, juga bisa menulis buku dan lain sebagainya.”
“Saya sangat menikmati aktivitas saya yang sekarang. Bagi saya memasak itu bisa membahagiakan orang lain dari rasa. Karena menurut saya, dari lidah itu turun ke hati dan itu akan menjadi memori. Saya ingin ketika orang datang ke Kalimantan Selatan, masakan Banjar itu menjadi satu memori yang tidak akan pernah terlupakan.”
Tentunya tidak gampang menuju seorang Agus Sasirangan yang sekarang. Awal merintis bisnis kuliner, bagaimana tanggapan orang sekitar?
“Awalnya ketika Saya memilih sekolah dengan jurusan Boga, keluarga kurang mendukung. Pada saat itu jurusan memasak menjadi hal yang tabu untuk anak laki-laki. Memasak identik dengan perempuan.”
“Sebetulnya saudara saya kurang mendukung ketika saya memilih jurusan Tata Boga. Orang tua saya membebaskan apapun yang menjadi pilihan saya. Pelajaran yang saya petik adalah, ke arah mana saja jiwa seorang anak, tugas orang tua itu adalah men-support anak, memfasilitasi, mendoakan, meridhoi agar anak itu bisa sukses ke titik yang lebih jauh lagi.”
“Memang tidak semua orang melihat proses. Artinya, orang lebih banyak melihat hasil. Banyak orang beranggapan apa yang saya capai saat ini adalah hal yang enak. Mereka tidak melihat bagaimana susahnya saya membangun nama Agus Sasirangan.”
“Motivasi saya adalah yang penting kita terus berjuang. Kemudian, membuktikan bahwa ketika kita memilih memasak, kita bisa sukses. Bisa jadi chef terkenal, kita bisa mengasilkan pundi-pundi rupiah dari memasak. Ketika dibarengi dengan kerja keras, doa, usaha, dan tentunya bisa membuahkan suatu hasil.”
“Ketika saya menjuarai master chef Indonesia, di situ saya bisa membanggakan orang tua, bahkan saudara saya. Makanya ketika kita ingin sukses, kita jangan mudah menilai capaian orang lain. Namun lihat bagaimana proses orang itu bisa mencapai hal tersebut.”
Nama Agus Sasirangan sekarang sudah banyak dikenal orang. Apakah sudah cukup dengan dunia masak atau ada hal lain lagi yang ingin dicapai?
“Kalau kita berbicara mimpi, saya rasa semua orang selalu punya mimpi yang lebih. Menurut saya pribadi, sebetulnya arti sukses itu berbeda bagi setiap orang. Bisa jadi ketika saya mengatakan, saya masih belum sukses, orang mungkin melihat saya adalah Chef Agus itu sukses sekali.”
“Kalau saya melihat ke atas, banyak chef-chef yang jauh lebih sukses daripada saya. Menurut saya, yang terpenting dalam menjalani hidup adalah terus belajar. Karena bagi saya adalah di mana pun, siapa pun yang saya temui. Hal tersebut merupakan media untuk belajar.”
“Kalau soal mimpi, saya lebih menjalaninya seperti air yang mengalir saja. Yang penting adalah kebermanfaatannya. Ketika usaha saya berkembang dan melibatkan banyak orang menjadi karyawan saya. Setidaknya, saya bisa menjadi manusia yang tumbuh memberi manfaat untuk orang-orang sekitar.”
“Kemudian, bisa mengharumkan nama daerah, bahkan juga mungkin Indonesia. Satu tujuan saya adalah bagaiamana caranya kuliner Indonesia, khususnya kuliner Kalimantan Selatan. Dapat menjadi tuan rumah yang baik, ketika ada orang yang mengunjungi Banjarmasin. Kita harus bangga Indonesia itu kaya akan kuliner.”
Sebagai Chef, bagaiamana tanggapan Kak Agus tentang Kawasan Wisata Kuliner yang ada di Banjarmasin?
“Ketika di satu titik sebetulnya menjadi seperti saingan juga buat para pelaku kuliner. Hanya saja masukan saya kepada pemerintah daerah adalah ketika ingin memindahkan atau menempatkan pada satu titik. Perencanaannya harus bagus, artinya bagaimana caranya para pedagang itu tidak menjadi rugi. Bisa mendapatkan pembinaan dan lain-lain.”
Apa itu Sedekah Receh yang begitu akrab dengan sosok Agus Sasirangan?
“Inspirasi sedekah itu sebenarnya saya dapat dari Almarhumah Ibu saya. Ibu saya itu the power of sedekah. Ketika beliau masih hidup, beliau punya warung kecil di Marabahan. Kalau ada orang yang kesusahan pasti diberi makan, beliau terkesan tidak berkekurangan.”
“Saya pernah membuat sedekah resep ketika ibu saya meninggal. Saya juga ingin berbagi resep untuk para teman-teman di media sosial. Kemudian, juga membuat konten youtube untuk tutorial memasak.”
“Setelah itu saya sempat menulis buku Warisan Rasa, itu royaltinya semua untuk anak-anak panti asuhan. Akhirnya saya terpikir, kalau kita berbicara receh, di mana-mana ada receh. Entah itu di dalam tas, di sisi laci, di motor dan lain-lain.”
“Dari situ awalnya cuma mengumpulkan bersama karyawan saya untuk kita menyumbang ke masjid. Setelah itu jalan beberapa hari, saya terinspirasi kenapa tidak untuk membangun masjid saja. Artinya segala sesuatu yang besar pun dimulai dari sesuatu yang kecil.”
“Receh itu adalah sesuatu hal yang sederhana. Akhirnya saya bikin komunitas sedekah receh bangun masjid, dan itu programnya sebenarnya sudah menjadi yayasan. Kita sudah jelas kelegalannya.”
“Ayo sama-sama kita bersedekah dari receh, tujuannya adalah mengedukasi orang lain terutama anak-anak, mengajari mereka untuk berjiwa dermawan. Agar ketika mereka besar tidak menjadi orang yang pelit. Bersedekah dari hal yang sederhana. Konsep sedekah itu adalah ikhlas. Sebesar apa pun yang kita beri, kalau tidak ikhlas juga tidak akan menjadi pahala. Walaupun kecil kalau konsisten saya rasa itu akan menjadi amal yang pahalanya akan terus mengalir.”
Bagaimana cerita awal Agus Sasirangan dengan Komunitas Pencinta Sasirangan (KPS)?
“Waktu ikut Master Chef 2011 lebih dikenal dengan Agus Batik. Ketika kembali ke Banjarmasin, banyak masukan dari pemerintah daerah dan masyarakat. kenapa harus brandingnya Agus Batik, kenapa tidak Sasirangan. Kita Kalimantan Selatan punya kain khas daerah, kalau batik sifatnya lebih universal.”
“Akhirnya, September 2011 saya merubah brand dari Agus Batik menjadi Agus Sasirangan. Tujuan saya adalah bagaimana caranya agar bisa membranding sasirangan supaya bisa lebih kekinian. Masuk ke-anak milenial, tidak identik dengan orang tua dan sesuatu yang sangat formal.”
“Berawal dari master chef, saya bisa mengenalkan ke luar daerah bahwa Sasirangan itu adalah kain khas Kalimantan Selatan. Tahun 2013 saya terpikir untuk mengumpulkan pemuda pemudi yang ada di Kalimantan Selatan untuk membuat Komunitas Pencinta Sasirangan.”
“Ini menjadi suatu wadah untuk orang mengenal, paham secara pembuatan, pengrajin. Semua orang boleh bergabung di sana. Setelah itu, kita buat programnya. Kita adakan sosialisasi ke beberapa sekolah. Untuk mengedukasi para generasi muda untuk peduli sasirangan.”
“Kemudian, kita juga melakukan pelatihan kepada masyarakat. Kita menghadirkan para pengrajin-pengrajin muda yang lebih inovatif. Tujuan kita membangun Yayasan pencinta sasirangan itu adalah untuk melestarikan. Mari bersama-sama membawa sasirangan untuk bisa terus berkembang, tidak hanya di Kalimantan, tetapi juga diluar daerah. Tagline dari KPS sendiri adalah muda, gaya berbudaya. Kita yang muda, kita yang gaya tetapi tetap berbudaya.”
Adakah Pesan-pesan Kak Agus untuk generasi muda?
“Untuk teman-teman di luar sana, prinsip sukses bukan hanya untuk orang yang kaya saja. Akan tetapi, untuk mereka yang ingin berjuang. Sosok Jokowi saja bukan keturunan Presiden, saya pun bukan keturunan seorang chef. Artinya hak untuk sukses itu bisa pada siapa saja. Yang penting kita mau berjuang, berdoa, dan berproses tentunya.”
“Buat para kaum milenal harus berani, siap untuk gagal, siap untuk mengevaluasi ketika gagal, dan harus punya kecintaan. Apa yang menjadi kecintaan kita, cobalah untuk menggalinya. Selanjutnya, tinggal bagaimana kita konsisten akan hal yang kita tekuni.”
“Karena yang lebih susah itu mempertahankan. Kita juga harus kreatif dan inovatif. Jatah sukses kita sama seperti orang-orang di luar sana. Segala sesuatu itu berawal dari pikiran, lalu menjadi ucapan, dan lanjut menjadi sebuah tindakan. Isi pikiran kita dengan hal-hal yang positif, dan optimis.”
Oleh: Sri Annisa